Mohon tunggu...
A Afgiansyah
A Afgiansyah Mohon Tunggu... Dosen - Digital communication specialist

Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Belanjakan Uang Negara 1,6 Triliun Rupiah, Bagaimana Cara TVRI Bisa Bersaing?

31 Mei 2022   23:29 Diperbarui: 31 Mei 2022   23:34 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tayangan TVRI. Sumber: Website tvri.go.id

Bagaimana cara TVRI bisa bersaing? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kenapa bahasan tentang TVRI perlu jadi perhatian? Jangan lupa, sebagai lembaga penyiaran publik (LPP), stasiun TV milik negara ini dibiayai dari para pembayar pajak. Artinya, dana pengelolaan TVRI diperoleh dari masyarakat.

Mengutip dari situs resmi TVRI, pada tahun 2022 pagu anggaran mereka mencapai 1,6 triliun rupiah. Seberapa besar sebenarnya angka ini? Mari kita bandingkan dengan pendapatan asli daerah Gorontalo, provinsi di Sulawesi dengan 1,2 juta orang warga. Daerah inI menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 2021 memperoleh 1.91 triliun rupiah. Jadi, pengeluaran negara untuk LPP TVRI bisa dibilang hampir mendekati pendapatan satu provinsi.

Saat ini secara kepemirsaan TVRI di Indonesia hanya mencapai 1,4% berdasarkan data dari Nielsen. Dapat dikatakan posisi dan kontribusi TVRI dalam menjangkau ketertarikan pemirsa di Indonesia masih sangat kecil. Oleh karena itu, perlu strategi khusus dalam meningkatkan kepemirsaan TVRI.

Tapi tunggu dulu. Bukankah TVRI sudah diberi uang oleh negara hingga 1,6 triliun rupiah? Bukankah itu jumlah yang besar hingga hampir menyaingi pendapatan satu provinsi? Nah, perlu kita lihat bagaimana anggaran yang dikeluarkan oleh TV swasta di Indonesia hingga berhasil mendominasi kepemirsaan televisi. Dana yang diterima oleh TVRI dari negara jauh dari ideal untuk menyaingi stasiun TV swasta papan atas. Sebagai perkiraan kasar saja dari pengalaman Saya bekerja di beberapa stasiun TV swasta, besaran anggaran yang diterima TVRI hanya setara dengan anggaran belanja konten TV swasta.

Dalam industri media, baik film, penyiaran, maupun platform OTT di media digital, anggaran konten menjadi kunci. Sebagai contoh, menurut Kagan Media Research, Netflix mengeluarkan 200 triliun rupiah sepanjang 2021 untuk belanja konten. Sementara TVRI, anggaran 1,6 triliun itu bukan hanya untuk belanja konten. Sekitar 300 miliar rupiah sudah habis dikeluarkan untuk biaya karyawan selama setahun. Belum lagi biaya infrastruktur. Terkait berhentinya siaran analog dan peralihan ke siaran digital, TVRI perlu dana tambahan hingga 500 miliar rupiah pada tahun 2022 ini.

Migrasi siaran analog ke digital pada dasarnya memberikan kesempatan lebih besar bagi TVRI untuk menjangkau lebih banyak pemirsa. Di sini sebenarnya TVRI punya kesempatan untuk bersaing. Dalam mendukung penyiaran digital terestrial ini, perlu adanya integrasi dengan saluran distribusi online. Namun TVRI tidak bisa hanya sekedar tampil di berbagai platform baik media siar maupun media online. Penting untuk dibuat strategi bagaimana masing-masing kanal saling berkontribusi memperkuat TVRI.

Sebagai contoh, untuk mendukung kepemirsaan bagi siaran free to air (FTA), mereka dapat mengadakan apa yang disebut "social media campaign" sehingga masyarakat yang aktif di media sosial mengalihkan pandangannya ke siaran FTA TVRI. Begitu juga dalam hal produksi dan distribusi konten agar meraih kepemirsaan di level global. Di samping meningkatkan kualitas produksi, TVRI perlu mengajak peran aktif para pembuat konten untuk berkolaborasi melalui media online. Kolaborasi tidak terbatas dengan para pembuat konten lokal. TVRI bisa mengajak para pembuat konten dari negara lain sehingga memperoleh keterpaparan bagi masyarakat.

Lalu TVRI perlu melibatkan seluruh stakeholder TVRI untuk memajukan lembaga penyiaran publik (LPP). Tentunya stakeholder di sini tidak terbatas bagi penyelenggara negara saja seperti DPR dan pemerintah. Masyarakat umum, lembaga penyiaran swasta, hingga industri pada umumnya perlu terlibat dalam menyajikan tayangan yang berkualitas. Melalui hal ini akan muncul transparansi atau keterbukaan sehingga mendorong TVRI menerapkan tata kelola yang baik dan bisa dipercaya. Kolaborasi dengan pelaku industri dan lembaga penyiaran swasta pada khususnya akan membantu meningkatkan tata kelola TVRI melalui contoh-contoh tata kelola yang berlaku di industri.

Konten lokal seharusnya menjadi kekuatan. TVRI memiliki jaringan stasiun produksi di seluruh Indonesia. Jika saat ini produksi lokal cenderung memenuhi kebutuhan konten siaran dengan alokasi 4 jam, strategi ke depan perlu dikembangkan dengan merangkul komunitas lokal sehingga TVRI dapat menjadi "rumah" bagi mereka.

Dari segi konten, perlu adanya strategi menyeluruh untuk mengakomodir hal ini. Diperlukan adanya program andalan dengan format yang sudah dirancang secara umum dalam bentuk "production book" sehingga bisa diselenggarakan oleh semua stasiun penyiaran di daerah dengan standar yang sama.

Kita bisa mencontoh bagaimana rumah produksi atau televisi di tingkat internasional membuat format program sehingga bisa diadopsi oleh stasiun TV di tempat lain seperti konsep ajang pencarian bakat "Idol" milik Freemantle Media. TVRI juga bisa membuat format seperti ini untuk diterapkan oleh stasiun lokal mengakomodir potensi di daerahnya. Misalnya, diadakan program pencarian bakat secara berjenjang hingga mencapai tingkat nasional. Tentunya disesuaikan dengan kemampuan produksi di semua stasiun lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun