Setidaknya dalam 3 hari terakhir ini, sore di Jakarta diguyur hujan. Bersamaan dengan bergulirnya ramadan. Sorak-sorai kerinduan menggema pada relung hati para pejuang kehidupan, yang sedang menyambung asa ditengah ketidakpastian. Yaa, mereka tetap tegap berjalan, menghadapi pelbagai ujian dan melampauinya.
Beragam cara manusia di Jakarta melipat jarak untuk berpulang menuju ke rumah setelah bekerja; ada yang memakai kendaraan roda 4 atau roda 2. Bagi mereka yang senang menghabiskan waktu dijalan seraya menikmati langit Jakarta dan mendoa sebanyak-banyaknya. Ada juga yang menuju rumahnya menggunakan transmum (transportasi umum). Bagi mereka yang "mungkin" cukup jauh dari rumah tinggalnya, atau bahkan menurut mereka bekerja adalah bagian dari petualangan hidup. Maka tidak ada masalah ketika menggunakan apapun, mereka selalu khidmat menjalaninya.
Hujan sore yang jatuh di Jakarta belakangan ini, mengingatkan pada banyak wajah yang penuh dengan pengharapan. Wajah yang berlalu lalang setiap harinya dijalan raya, wajah yang dengan tabah menunggu di persimpangan, wajah yang mungkin juga sudah lelah namun terus dipaksa untuk tetap berjalan walaupun sudah tertatih. Wajah yang akan terus termpampang berani dan terus bertaruh untuk hidup yang kadang mengeruh.
Hujan sore di Jakarta tidak menyurutkan tekad untuk pulang demi bertemu keluarga, dan ada juga mungkin bertemu saudara seperantauan. Sebab, hujan adalah tanda kasih sayang Tuhan atas ciptaanNya. Adanya hujan mengajarkan kita untuk banyak berdoa. Adanya hujan bukan malah melemahkan, melainkan membasuh dan memekarkan jiwa yang tangguh.
Semoga dalam setiap perjalanan pulang, kita akan selalu menemui banyak kebaikan dan dipertemukan dengan manusia-manusia baik lainnya. Dalam setiap perjalanan, kita juga  harus selalu merawat kesabaran dan ketabahan. Menyadari bahwa semua yang sedang berada diperjalanan ada yang menunggu untuk pulang. Terlebih ditunggu untuk menggugurkan puasa bersama keluarga dan juga orang yang dicinta.
Oleh: AGF