Mohon tunggu...
amk affandi
amk affandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

coretanku di amk-affandi.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Matematika : Tidak Mengajarkan Kecepatan

17 Februari 2011   09:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:31 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12979334811891870308

[caption id="attachment_91356" align="aligncenter" width="325" caption="(koran.republika.co.id.)"][/caption] Akhir-akhir ini saya sering ditanya oleh siswa. Pada saat memberikan pelajaran khusunya pembahasan soal-soal. “Apakah ada cara yang lebih cepat pak?”. Itu pertanyaan yang paling sering muncul bila menjelang ujian. Mengawa tidak sedari awal saja bertanya seperti itu?

Saya yakin, bagi kompasioner yang berprofesi sebagai guru seperti saya akan menemui hal serupa. Rasanya enak sekali kalau bisa mengerjakan matematika dengan cara kilat, serba ingin cepat selesai dan segera bebas dari beban belajar.

Saya mengetahui bahwa anak yang menanyakan seperti itu adalah yang mengikuti bimbingan belajar di lembaga-lembaga bimbingan belajar yang menampung siswa siap ujian. Lembaga seperti itu biasanya ramai bila menjelang ujian, bahkan membuka kelas malam hari untuk menampung anak yang tidak punya kesempatan sore hari.

Ilmu yang saya ampu adalah pelajaran yang bersifat menyelesaikan masalah. Acap kali kita menjumpai hal-hal yang pelik, rumit sehingga memerlukan bantuan pihak lain untuk menyelesaikan.

Demikian pula bagi siswa, manakala menemui hambatan dalam menyelesaikan masalah terutama yang bersifat eksak, matematika sangat membantu agar jalan tidak buntu. Matematika akan menuntun menyelesaikan persoalan setahap demi setahap. Dengan demikian problem yang ditemui akan terurai, dan persoalan akan terjawab.

Memang benar, bahwa matematika perlu ketrampilan berhitung. Namun trampil menghitung dengan cepat bukan jaminan untuk menyelesaikan soal. Kecepatan berhitung adalah sebagai alat bantu.

Suatu ketika saya berdiskusi kecil dengan seorang dosen. Ia sempat menyangsikan terhadap mahasiswanya. Mengapa demikian? Karena dalam ijazah tertera nilai matematikanya tinggi, namun setelah dosen memberikan tugas yang menitik beratkan pada problem solving, mahasiswa itu tidak bisa berbuat apa-apa. Saya juga mengatakan dengan terus terang, bahwa mahasiswa itu adalah produk pembelajaran di sekolah dan bimbingan belajar dengansystem “tembak”. Intinya yang penting bisa menjawab soal dengan cepat dan benar.

Matematika menuntun kita agar dalam menyelesaikan tugas secara urut, runtut dan nalar. Saya sering menjumpai anak, dalam menyelesaikan soal dengan cara meloncat-loncat, bahkan ada juga yang langsung menjawab isinya tanpa member alasan yang jelas. Saya masih menghargai anak menjawab dengan urut dan logis walaupun ketemunya salah. Saya pikir mungkin pada perhitungan akhir ada kesalahan. Saya malah menyelahkan anak dua kali, karena tidak melalui jalan yang urut, tetapi isinya benar.

Dua sampai tiga tahun terakhir ini, soal-soal ujian nasional untuk pelajaran matematika lebih banyak aplikasinya dibanding dengan teori. Terutama untuk bidang geometri. Bila anak yang kita bimbing dengan memakai sistem “tembak”, maka saya jamin akan mengalami kesulitan dalam mengerjakan ujian nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun