Mohon tunggu...
Affa Esens
Affa Esens Mohon Tunggu... Lainnya - @affa_esens

*ما حفظ فر، وما كتب قر*⁣ Bahwa, apa yang kita ingat-ingat saja, pasti akan lari (lupa). Dan apa yang kita tulis, pasti akan kekal.⁣ #bukutentangjarak #bukutuanrumah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Isyarat Duka

24 Juli 2021   22:44 Diperbarui: 24 Juli 2021   23:06 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kang Junaid adalah santri yang usianya dua tahun lebih tua di atas Dheri dan Kiki. Ia terkenal sebagai santri yang bersuara merdu. Dia pula yang biasanya melantunkan pujian waktu maghrib. Dheri sedikit lega karena mendapati jawaban atas pertanyaan yang ia buat sendiri. Namun pandangan Dheri kalang kabut ketika melihat Kang Junaid menepuk kening Kiki. Sejurus kemudian, sahabatnya tersungkur.

Betapa geram bercampur takjub Dheri melihat keganjilan itu. Sebenarnya ia ingin bergerak dan menyelamatkan Kiki. Tapi langkahnya terhenti gara-gara melihat Kiki dibopong dan dibawa masuk ke bilik paling ujung. Mata Dheri semakin melotot, berusaha melihat semakin jauh.

Ia mengendap-endap tanpa suara. Melebihi liciknya tawa yang tersembunyi dalam duka, atau sebaliknya. Dheri melangkah mendekati bilik itu. Dan suasana pesantren sedang sepi-sepinya. Ia harus berhati-hati, jangan sampai mengeluakan suara sedikitpun. Atau dia akan tertangkap basah telah melakukan tindakan bodoh.

Malam semakin larut, dan fikiran Dheri semakin kalut sebab mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ia buat sendiri. Ia semakin mendekat dan kini tepat berada disamping bilik gelap itu. Dirinya hanya terhalang tembok setebal lima belas senti dengan Kiki dan Kang Junaid.

"Dher, Dheri!"

Segera perut buncit Dheri mengkerut karena tergopoh jongkok. Ia kaget. Seperti ada yang memanggil-manggil namanya. Dekat sekali. Ia mulai khawatir kalau gerakannya bisa terbaca oleh seseorang. Ia semakin dalam merunduk. Ia segera menerka bahwa Kang Junaid yang memanggilnya. Ia semakin pucat.

Sementara itu, dibalik tembok tempat Dheri beringsut, kau tidak akan menemukan apapun kecuali pandangan padam. Gerak-gerik apapun tidak kasat mata. Sampai nyamuk pun takut masuk. Takut menabrak sesuatu. Sesekali terdengar suara barang jatuh.

Dengan sigap Dheri berdiri, berniat membekuk bilik yang teramat gelap itu. Ia bersumpah akan menghajar siapapun yang menyakiti sahabatnya. Namun nyalinya kemballi menciut ketika ia mendengar suara yang memanggil namanya itu sekali lagi.

"Dher, Dherii!"

Jantungnya tergagap-gagap. Rambut ikalnya tersikap. Dadanya seperti digerak-gerakkan keras sekali. Suara panggilan itu semakin jelas, dan seperti ada yang menarik lengan bajunya. Dheri beringsut lebih dalam sambil memejamkan mata. Ketakutan.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun