Mohon tunggu...
Afen Sena
Afen Sena Mohon Tunggu... Guru - Dr, IAP, FRAeS

Anak muda dari kampung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Reality Without Fantasies

13 Agustus 2022   13:10 Diperbarui: 13 Agustus 2022   14:12 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu belakangan kita dibombardir dengan sejumlah produk berupa gadget baru mulai dari telepon seluler, iPhone, Android, notebook hingga produk sejenis lainnya. Berlomba-lomba produsen barang-barang modern itu mengisi papan-papan iklan di seluruh penjuru negeri demi menarik perhatian masyarakat. Entah bagaimana para produsen itu mengemasnya, tapi sungguh, apa yang mereka iklankan membuat masyarakat dan khalayak ramai benar-benar terbius dalam fantasi yang begitu indah.

Gadget, produk ini membuat kita berfantasi seakan-akan ia bisa membuat hidup kita lebih baik, membuat kita terlihat lebih keren, dan anti-mainstream. Bentuknya begitu tipis dan seksi. Warnanya hitam atau putih, keduanya sama-sama terlihat sangat elegan. Touchscreen lebih lebar, kameranya juga lebih baik, ditambah lagi dengan personal assistant yang cerdas. Siapa yang tak tergoda?

Namun mari kita coba mundur sejenak beberapa tahun ke belakang. Hidup sebelum ada gadget modern itu (atau bahkan sebelum ada ponsel) sebenarnya tidaklah terlalu buruk. Kita masih bisa survive tanpa harus setiap detik melihat update status di Facebook, Instagram, dan Twitter. Kita tak pernah mengecek email sampai nanti tiba di kantor. Kita mungkin tak bisa mencari restoran mana yang terdekat dengan posisi kita, tapi toh kita masih bisa makan. Life was good.

Apakah benar produk-produk itu akan membuat fantasi kita menjadi nyata? Lima tahun lalu ketika gadget-gadget itu belum ada, hidup kita baik-baik saja. Sepuluh tahun lalu ponsel masih menjadi barang langka, tapi hidup kita juga baik-baik saja. Mengapa sekarang situasinya (seolah-olah) terlihat berbeda?

Celakanya, to some extent, produk-produk teknologi seperti itu sebenarnya justru menjadi distraction paling besar dalam hidup kita. Alih-alih membuat kita lebih produktif dan efisien, internet justru membuat kita jauh lebih "kepo" daripada sebelumnya. Ingin tahu cuaca Jakarta hari ini? Klik.

Ingin tahu harga mobil bekas Jakarta hari ini? Klik. Mau cari tempat makan middle eastern yang enak? Klik. Cari tahu apa itu raspberry pie? Ada Wikipedia. Penasaran ingin tahu siapa capres atau cawapres dari Partai X? Google aja. Abis nonton film, ada artis cakep tapi enggak tau namanya? Tinggal browsing.

Rasa ingin tahu itu sering kali muncul dalam waktu beberapa detik dan harus segera dicari jawabannya. Saat itu juga. Tapi pernahkah Anda mencoba untuk berhenti sejenak selama 30 menit atau satu jam misalnya? Biasanya rasa penasaran itu akan hilang dengan sendirinya. Toh urusan-urusan semacam itu biasanya bukan persoalan keamanan negara atau soal hidup mati seseorang. Why hurry?

Sepuluh dua puluh tahun lalu, kalau ada "sesuatu" yang menarik perhatian kita, biasanya kita bisa menyalakan televisi dan berharap ada tayangan tentang itu. Atau kita bisa pergi ke perpustakaan atau toko buku dan mencarinya di ensiklopedia. Atau bisa juga kita tanyakan kepada famili/kerabat yang kita anggap lebih tahu. Tapi sering kali kita lupa begitu saja. Barangkali "sesuatu" itu memang tak terlalu membutuhkan perhatian kita. Sometimes, not knowing everything is good.

Barangkali produk-produk teknologi memang membuat kita hidup dalam fantasi. Tak jarang arus informasi yang begitu deras membuat kita ingin tahu segalanya. Dan menjadi orang yang pertama mengetahui segala sesuatunya adalah fantasi yang luar biasa hebatnya. Tapi kita lupa bahwa ada sesuatu di hadapan kita: REALITAS.

Terlalu sering kita menghabiskan waktu demi mengejar fantasi. Beberapa fantasi itu menjadi nyata, tapi tak jarang fantasi itu ternyata tidak seperti apa yang kita bayangkan sebelumnya. Ternyata mempunyai gadget cerdas tidak membuat hidup saya lebih keren. Ternyata menjadi orang pertama yang mengetahui gosip terbaru artis ibu kota atau situasi politik nasional hari ini tak membuat saya lebih hebat.

And then I realise: I don't really need the fantasy to be happy. Reality without fantasies is perfect. And sometimes, I'll just let my mind wander around in the dark. I know it seems strange. It's a different kind of life. But I'm happy.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun