Mohon tunggu...
Afandri Adya
Afandri Adya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Afandri Adya, penulis lepas yang juga aktif di dua organisasi nirlaba : SCALA Institute dan SCALA Foundation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemikiran dan Kesederhanaan Ahmad Syafii Maarif

22 Desember 2017   15:36 Diperbarui: 27 Mei 2022   19:20 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapa yang tak kenal Ahmad Syafii Maarif, mantan ketua umum PP Muhammadiyah sekaligus pendiri Maarif Institute. Dalam satu tahun terakhir, namanya sering menjadi sorotan publik. Dia sering menjadi rujukan awak media, terutama terkait kasus penodaan Al Quran oleh Basuki Tjahaja Purnama. Dalam isu tersebut, dia (terkesan) berpihak kepada Basuki alias Ahok. Ia mengatakan bahwa pernyataan mantan gubernur DKI Jakarta itu bukan sebuah bentuk penodaan terhadap Al Quran.

Lebih jauh Syafii berpendapat bahwa Ahok hanya mengkritisi orang-orang yang menggunakan Surat Al Maidah untuk kepentingan politik. Tak ayal pendapatnya itu langsung mendapatkan kritikan, bahkan caci maki dari sebagian umat muslim. Beberapa organisasi serta partai Islam, seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), adalah pihak-pihak yang paling keras mengkritik beliau. Para cyber army mereka tak henti-hentinya mencibir Syafii, mempelintir pernyataannya, memfitnah dengan aneka meme yang menyudutkan. Bahkan dalam beberapa komentar yang saya baca, mereka tega menuduh Syafii telah menerima bayaran dari para taipan untuk berpihak kepada Ahok.

Selain dari kader PKS dan FPI, kritikan juga datang dari kalangan Muhammadiyah. Tak ketinggalan ulama-ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia. Mendapat serangan dari berbagai pihak, Syafii tak ambil pusing. Menurut Abdul Mu'ti yang sekarang menjadi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Buya -- begitu ia disapa -- memang sudah terbiasa dikritik. Menerima kritik dari organisasi yang pernah dipimpinnya, ia santai saja. Pada tanggal 2 Desember 2016, ketika demonstrasi menentang Ahok kembali digelar, ia menulis opini di Koran Tempo.

Pada kolom tersebut ia menyebut, "jika dalam proses pengadilan nanti terbukti terdapat unsur pidana dalam tindakan Basuki Tjahaja Purnama pada 27 September 2016 itu, saya usulkan agar dia dihukum selama 400 tahun atas tuduhan menghina Al-Quran, kitab suci umat Islam, sehingga pihak-pihak yang menuduh terpuaskan tanpa batas." Syafii menambahkan, "biarlah generasi yang akan datang yang menilai berapa bobot kebenaran tuduhan itu. Sebuah generasi yang diharapkan lebih stabil dan lebih arif dalam membaca politik Indonesia yang sarat dengan dendam kesumat ini".

Pemikiran Syafii Maarif

Syafii Maarif, memang pengusung ide pluralisme dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bersama Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, ia sering disebut-sebut sebagai guru bangsa, yang selalu menegaskan konsep Islam yang moderat, Islam yang tengah-tengah. Selain dikenal sebagai penyeru Islam wasathan, ia juga seorang yang tegas dalam bersikap. Ketika sebagian besar tokoh Islam gagap dalam menyikapi isu korupsi dan radikalisme, ia terang-terangan melawannya.

Dia tak segan-segan mengkritik pihak yang suka main hakim sendiri. Mengatasnamakan pemberantasan maksiat, namun melakukan kekerasan yang justru bertentangan dengan nilai Islam. Saking dongkolnya, ia pernah menjuluki mereka sebagai preman-preman berjubah. Syafii juga geram melihat maraknya radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Islam. Bahkan ia menyayangkan sebagian ustad yang menafsirkan ayat-ayat Quran secara sembrono, sehingga kemudian digunakan untuk melegitimasi ideologi kekerasan dalam perebutan kekuasaan.

Melihat peperangan yang terjadi di Timur Tengah akhir-akhir ini, ia menganggapnya sebagai kemunduran peradaban Islam. Dia tak habis pikir, mengapa umat muslim harus saling berbunuh-bunuhan hanya karena perbedaan ideologi. Untuk mengakhiri ini semua, ia menyerukan agar perbedaan di tubuh umat harus dikikis habis. Perbedaan antara Sunni dan Syiah yang sudah ratusan tahun itu harus segera dibuang ke dalam limbo sejarah. Menurutnya, mengapa umat terus berbangga-banga dengan firkah-firkah itu, sedangkan Al Quran memerintahkan kita untuk membangun persaudaraan di atas pilar iman yang tulus, bukan karena pertalian darah atau aliran politik yang sarat dengan kepentingan duniawi.

Dalam hal pemberantasan korupsi, Syafii juga berada di garda terdepan. Ia pernah dipercaya presiden, sebagai panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan anggota tim etik lembaga anti-rasuah tersebut. Ketika kasus "Cicak vs Buaya Jilid III" berlangsung, ia menjadi ketua tim juru damai yang tugasnya mencari fakta dalam upaya penyelesaian masalah hubungan Polri dan KPK. Belakangan, ketika Ketua DPR Setya Novanto mengelak dari kejaran hukum dengan menggelar pra-peradilan, Syafii lagi-lagi angkat bicara. Menurutnya, apa yang terjadi pada Setya Novanto makin menegaskan kondisi DPR yang bermasalah. Untuk itu ia meminta kepada lembaga tersebut melakukan pembenahan internal secepatnya, dan berhenti berteriak membubarkan KPK.

Kesederhanaan Buya Syafii

Selain pemikirannya yang humanis, Buya Syafii juga merupakan salah seorang tokoh yang boleh dibilang sangat bersahaja. Dengan kapasitasnya sebagai mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah serta seorang cendekiawan terkemuka, rasanya dia bisa hidup bermewah-mewahan. Namun penerima "Ramon Magsaysay Award" di tahun 2008 itu lebih memilih hidup sederhana, menjauh dari hiruk pikuk ala kaum borjuis. Bahkan menurut Muhammad Abdullah Darraz, Direktur Eksekutif Maarif Institute, terkadang kesederhanaan Buya terlampau ekstrim. Di usia yang tergolong renta, kemana-mana ia masih menggunakan angkutan publik. Terakhir ia ketangkap kamera sedang menunggu kereta komuter tujuan Bogor ketika hendak menghadiri peluncuran Program Penguatan Pendidikan Pancasila. Fotonya di Stasiun Tebet itu kemudian menjadi viral di dunia maya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun