Mohon tunggu...
Afandri Adya
Afandri Adya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Afandri Adya, penulis lepas yang juga aktif di dua organisasi nirlaba : SCALA Institute dan SCALA Foundation

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berwisata ke Ranah Minang

4 Oktober 2012   02:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:17 2940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_1394" align="alignleft" width="300" caption="Kereta wisata melintasi Lembah Anai"][/caption]

Bali boleh saja menjadi destinasi utama turis-turis mancanegara yang ingin mencari teriknya udara tropis. Namun bagi turis yang hendak merasakan keasrian alam, serta aneka rupa makanan bercita rasa tinggi, Sumatera Barat-lah tempatnya. Propinsi yang terletak di tengah-tengah pulau Sumatera ini, menawarkan keindahan alam yang molek, serta adat istiadat yang unik. Tak kurang dari 15 daerah tujuan wisata, menyajikan aneka macam kuliner, pesona alam, serta atraksi budaya yang menawan. Jika Anda merencanakan wisata singkat, empat hari perjalanan cukup untuk menjalang semua obyek wisata penting disini.

Hari pertama di ranah Minang, ada baiknya mengunjungi Bukittinggi dan nagari-nagari di sekitarnya. Bukittinggi salah satu kota utama di Luhak Nan Tigo, yang menjadi jantungnya budaya Minangkabau. Bukittinggi terletak di ketinggian 909 - 941 meter di atas permukaan laut (dpl). Hawanya yang sejuk, seperti halnya Bandung di daratan Priangan, menjadikannya sebagai tempat penginapan favorit di akhir pekan. Pedesteriannya yang lebar serta dinaungi pepohonan yang rimbun, memungkinkan para turis untuk berfoto-foto sambil menikmati ademnya suasana kota. Selain trotoar yang lebar, jenjang-jenjang dengan puluhan anak tangga, juga menghubungkan satu tempat ke tempat keramaian lainnya.

Menjelajahi kuliner khas Minangkabau, kita berserobok dengan deretan penjual nasi kapau. Di Pasar Atas, nasi campur khas orang Kapau itu menyajikan aneka macam lauk yang bisa menerbitkan selera. Dendeng balado, tambusu, gulai cincang, rendang, gulai itik hijau, ikan bakar, dan ayam gulai, tersaji manis di atas panci almunium berdiameter 30 senti. Sendok pengambil lauk yang bertangkai panjang, siap menjangkau semua masakan untuk disajikan ke piring-piring pembeli. Teh telur, es tebak, atau emping dadih, boleh disantap sebagai penutup. Minuman khas Minangkabau ini, jarang dijumpai di tempat lain. Kalaupun ada, rasa dan aromanya tak senikmat yang terdapat di ranah Minang.


[caption id="attachment_1051" align="alignright" width="300" caption="Jam Gadang landmark Bukittinggi"]

[/caption]

Di sisi barat kota, terhampar luas Ngarai Sianok dengan tebing-tebing curam menghujam ke bawah. Menyusuri ngarai melalui jalan setapak, kita akan bersua nagari-nagari permai di kaki Gunung Singgalang. Di antara nagari-nagari tersebut, Koto Gadang-lah yang ternama. Kanagarian ini sejak dulu terkenal sebagai negeri penghasil intelektual. Dari nagari ini lahir tokoh-tokoh besar macam Sutan Syahrir, Agus Salim, dan Rohana Kudus. Di samping nagari para intelek, Koto Gadang juga merupakan nagari para pengrajin. Sulaman Koto Gadang dan perhiasan peraknya, menjadi buah tangan favorit wisatawan mancanegara. Selain miniatur rumah gadang, pembuatan gelang, anting, dan giwang juga ditemukan di sini. Di Koto Gadang, rumah adat jarang dijumpai. Rumah-rumah berarsitektur gaya Eropa justru mendominasi kampung seluas 640 hektar tersebut. Seperti nagari lainnya di Sumatera Barat, rumah-rumah di sini sebagian tak berpenghuni. Pemilik rumah banyak yang pergi merantau, dan rumah hanya dibuka sesekali oleh orang suruhan.

Perjalanan ke Bukittinggi ditutup dengan mengunjungi danau Maninjau di pedalaman barat Kabupaten Agam. Melewati Matur, Maninjau hanya ditempuh setengah jam perjalanan. Sebelum menuruni kelok 44, ada baiknya berhenti dulu di Embun Pagi. Menikmati pemandangan danau yang mempesona. Dari ketinggian 539 meter, permukaan danau nampak mengkilat seperti kaca. Airnya yang jernih, beriak-riak kecil lari ke tepian. Sesekali terlihat perahu nelayan melintas sambil melempar jala. Sawah yang mulai menguning, serta atap gonjong yang samar-samar, terbentang luas menghiasi selingkaran danau. Dari tempat ini, pemandangan Maninjau sungguh menakjubkan. Menjadi kesan tersendiri dan penarik wisatawan untuk datang kembali ke Sumatera Barat. Setelah menuruni punggung bukit, melintasi jalan berliku dengan 44 kelok berjarak-jarak pendek, kita akan bertemu pesisir danau yang banyak menyewakan rumah penginapan. Untuk meringkas waktu, ada baiknya kita bermalam di Maninjau untuk melanjutkan perjalanan ke Payakumbuh esok hari.


[caption id="attachment_666" align="alignleft" width="300" caption="Danau Maninjau dilihat dari Kelok 44"]

[/caption]

Hari kedua, perjalanan dilanjutkan ke Payakumbuh. Kota di pedalaman timur Minangkabau ini, berjarak 33 km dari Bukittinggi. Payakumbuh tak seramai Padang atau Bukittinggi. Kehidupan kota justru lebih terasa di malam hari, disaat para pedagang dari nagari-nagari sekitar mulai menjajakan makanan khas Lima Puluh Kota. Martabak Kubang dan Sate Danguang-danguang, menjadi ciri khas kuliner pasar malam Payakumbuh. Payakumbuh juga terkenal sebagai penghasil kalamai, dodol khas Sumatera Barat. Harau yang terletak 15 km arah timur Payakumbuh, menjadi destinasi kita selanjutnya. Disini puluhan air terjun besar maupun kecil, bersandar di dinding tebing curam bercadas.

Lewat sedikit dari Harau, kita akan menjejaki kelok sembilan. Kelok ini telah lama menjadi bottleneck lalu lintas Padang - Pekanbaru. Jalannya yang sempit dan berkelak-kelok, sering menyulitkan bus-bus AKAP dan truk pembawa sembako melewatinya. Walau kemacetan beratus-ratus meter sering kali menghadang, namun pemandangannya yang spektakuler, tidak membuat bosan wisatawan yang melintasinya. Turis-turis lokal asal Riau, acap kali berhenti sejenak di tepi jalan. Untuk sekedar berfoto-foto atau merekam liak-liuk kendaraan yang berusaha menaklukkannya.

Dari Payakumbuh perjalanan disambung ke Batusangkar. Rute yang dipilih bisa melewati Tanjung Alam - Tabek Patah atau melintasi Halaban - Lintau. Banyak orang memilih rute yang pertama. Selain lebih dekat, jalur ini juga menyajikan pemandangan alam yang memikat. Setibanya di Tabek Patah, berhentilah sejenak untuk sekedar menikmati pemandangan lepas ke arah kota Payakumbuh. Dari ketinggian 900 meter, sawah-sawah subur di Payakumbuh dan sekitarnya terlihat bak permadani terhampar luas. Lewat dari Tabek Patah, kita akan melalui areal luas persawahan yang diapit Gunung Sago dan Merapi di kedua belah sisinya.
[caption id="attachment_1080" align="alignleft" width="225" caption="Lembah Harau di kabupaten 50 Kota"]

[/caption]

Sesampai di Batusangkar, mampirlah sebentar ke pasar mencari lemang. Di Batusangkar, nagari Lima Kaum penghasil lemang yang paling enak. Lemang terbuat dari beras pulut dicampur santan kelapa, yang dimasak di dalam buluh. Kawan lemang biasanya tapai masam berwarna hitam. Di bulan Ramadhan dan hari raya, lemang tapai menjadi salah satu makanan favorit masyarakat Minang. Tak afdhol rasanya berlebaran, jika tak ada lemang tapai di rumah.

Setelah puas di Batusangkar, kunjungan kita berikutnya ke istana Pagaruyung. Istana ini cukup besar, kira-kira sepanjang 30 meter dengan lebar 10 meter. Di atas istana, terpajang warisan kebesaran kerajaan Pagaruyung dahulu kala. Seperti keris raja, tombak berbahan tanduk, carano perak, serta baju penghulu. Silsilah keluarga besar raja yang juga bercabang ke Negeri Sembilan Malaysia, terpampang jelas di dinding istana. Foto-foto raja dengan baju kebesarannya, juga tergantung rapi di sekeliling dinding istana. Istana ini telah direnovasi beberapa kali, sehingga bentuknya yang sekarang hanyalah berupa prototype.

Pulang dari istana Pagaruyung, perjalanan terus ke Padang Panjang. Satu jam menempuh jalan berkelak-kelok, kita tiba di kota dingin Padang Panjang. Tiba disini, tak salah kiranya jika kita menyantap Sate Mak Syukur yang terkenal itu. Kenyang melahap beberapa tusuk sate, perjalanan dilanjutkan ke Lembah Anai yang tak jauh dari situ. Air terjun Lembah Anai setinggi 35 meter, menjadi kunjungan penutup kita di hari kedua.

Target kita di hari ketiga, mengunjungi Danau Kembar di Alahan Panjang. Dari Padang ke Alahan Panjang, perjalanan ditempuh kira-kira dalam waktu satu setengah jam. Setelah melewati pabrik Semen Padang, serta jalan menanjak bukit Indarung, kita akan berserobok rest area Sitinjau Lawik. Dari tempat ini, nampak samar-samar beberapa pulau kecil yang menghijau di tengah birunya Lautan Hindia. Selepas simpang Lubuak Selasih, kebun-kebun teh, kol, dan cabe, hadir segar menyapa. Dari balik rimbunnya perkebunan rakyat Alahan Panjang, dua danau kembar terlentang dengan indahnya. Jika dibandingkan dengan danau-danau lain di Sumatera Barat, Danau Diatas dan Dibawah memiliki ukuran yang tak seberapa. Danau Diatas yang justru terletak lebih rendah, memiliki luas 17,19 ha. Sedangkan Danau Dibawah hanya berkisar 16,8 ha.
[caption id="attachment_1053" align="alignright" width="400" caption="Danau Singkarak dan Batang Ombilin di tengahnya"]

[/caption]

Sawahlunto, kota bekas pertambangan batubara, menjadi tujuan kita selanjutnya. Disini, Museum Kereta Api yang dahulunya berfungsi sebagai stasiun kota Sawahlunto, berdiri gagah menantang zaman. Dari stasiun ini, batubara produksi Ombilin diangkut menuju Pelabuhan Teluk Bayur. Tak jauh dari Sawahlunto, kita akan menjumpai nagari Silungkang. Bersama Pandai Sikek di Kabupaten Tanah Datar, Silungkang menjadi daerah penghasil kain tenun terbaik di Sumatera. Di kedua nagari ini, wisatawan bisa membeli oleh-oleh berupa kain tenun halus, songket minang. Kain songket, selain dipakai membalut baju kurung dalam pesta adat dan perkawinan, indah pula jika dijadikan penghias dinding atau sebagai taplak meja. Songket produksi Silungkang dan Pandai Sikek memiliki motif bermacam-macam. Semakin rumit dan langka suatu motif kain, maka harganya-pun semakin mahal. Motif saik kalamai, salah satu motif tua yang telah langka, dijual lebih mahal dari yang lainnya.

Selesai berburu songket, perjalanan kita lanjutkan ke Danau Singkarak. Jika Danau Maninjau terletak di urat Gunung Singgalang, maka Danau Singkarak berada di kaki Gunung Merapi. Danau Singkarak terkenal dengan ikan bilihnya. Rumah-rumah makan di tepian danau banyak menyediakan ikan pipih berbadan lonjong ini. Danau Singkarak merupakan danau terbesar di Sumatera Barat. Melintasi pinggir danau sepanjang 21 km, dari nagari Singkarak hingga Batipuh, kita akan disajikan pemandangan danau yang cukup memikat. Mencicipi bika Si Mariana, menjadi akhir perjalanan kita di hari ke tiga. Disini wisatawan harap sabar menunggu, karena tungku pembuat bika yang tak seberapa, harus melayani ratusan order dalam waktu yang bersamaan.

Hari terakhir perjalanan di ranah Minang, kita tutup dengan berkeliling kota Padang. Topografi Padang yang memanjang dari utara ke selatan dan memipih ke arah timur, menyediakan wisata pantai elok nan menawan. Di selatan kota, terdapat pantai Carolina. Sedangkan di tengah kota, ada Pantai Muaro dan Gunung Padang. Keduanya dihubungkan oleh jembatan Sitti Nurbaya yang melintang sepanjang 60 meter di atas Batang Arau. Jika sore mulai menjelang, ratusan muda-mudi dari berbagai arah datang memenuhi Muaro. Sekedar menikmati rujak dan kelapa muda, mereka larut dalam canda dan tawa. Tenggelam dalam hangatnya sinar mentari yang semakin condong ke barat. Pantai Air Manis, yang terletak di sebalik bukit, menghadirkan sebuah fenomena alam berupa batu yang menyerupai orang telungkup. Masyarakat sekitar mempercayai, batu tersebut adalah Malin Kundang yang telah dikutuk oleh ibunya.
[caption id="attachment_664" align="alignleft" width="300" caption="Batang Arau membelah kota Padang"]

[/caption]

Selain songket dan beberapa kerajinan perak sebagai buah tangan, di Kampung Pondok kita bisa menambahnya dengan aneka makanan seperti kripik balado, dakak-dakak, atau bareh randang. Semua harga penganan yang dijual di sini sangat terjangkau. Selain di Kampung Pondok, makanan-makanan ini bisa pula didapat di Pasar Raya.

Bagi Anda yang hendak berjalan-jalan ke tengah lautan, atau ingin melakukan diving sambil menikmati keindahan bawah laut, Pulau Sikuai cocok menjadi pilihan. Pulau yang terletak di sebelah barat kota Padang ini, bisa ditempuh dalam satu jam perjalanan menggunakan kapal cepat. Dengan luas 40 hektar, Pulau Sikuai menawarkan keindahan pantai pasir putih dan aneka biota bawah laut. Pesona kedamaian Sikuai lebih terasa jika kita menikmati sunset sambil menyeruput kelapa muda yang dipetik langsung dari tepi pantai. Di Sikuai saat ini telah tersedia 52 unit bungalow yang tak kalah nyamannya dengan tempat-tempat penginapan di Bali.

Untuk mengunjungi obyek wisata Sumatera Barat, ada baiknya pengunjung mencarter mobil atau sepeda motor. Namun untuk memberikan kemudahan dan sensasi bagi para wisatawan, pemerintah juga menyediakan tiga gerbong kereta wisata yang berangkat di pagi dan sore hari. Dari dalam rangkaian, pengunjung akan diajak melihat indahnya panorama Lembah Anai, serta pemandangan alam lainnya yang terbentang di sepanjang lintas Padang-Padangpanjang. Selain jalur tersebut, pemerintah juga menyediakan rute Sawahlunto-Muara Kalaban. Rute ini sebenarnya tidak menggunakan kereta, namun lori yang ditarik oleh mesin Mitsubishi L-300. Rencananya, pemerintah akan memperpanjang rute kereta wisata, hingga ke Bukittinggi, Payakumbuh, dan Solok.

Berwisata ke Ranah Minang sungguh menyenangkan. Tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam, kita sudah bisa menikmati aneka panorama, bermacam jenis masakan, dan atraksi budaya yang tiada duanya.
 


 
Sumber gambar : http://www.skyscrapercity.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun