Di tengah derasnya arus digitalisasi dan maraknya perangkat pintar, embedded software kini berada di jantung sistem kritikal, dari kendaraan otonom hingga alat medis. Namun, ironisnya, perhatian terhadap aspek requirements engineering (RE) dan software maintenance (SM) dalam dunia embedded software justru masih sangat terbatas. Artikel Fariha et al. (2024) membongkar fakta ini secara sistematis dan tajam, mengungkapkan bahwa kita masih jauh dari kesiapan menghadapi kompleksitas embedded systems secara holistik.
Saya melihat artikel ini bukan hanya sebagai kajian literatur, tetapi sebagai seruan perubahan paradigma. Embedded software bukan lagi proyek sekali rilis. Ia adalah sistem hidup yang harus beradaptasi, aman, dan tahan lama. Dan semua itu hanya bisa dicapai dengan memperkuat dua pilar yang selama ini rapuh: requirements engineering dan maintenance strategy.
RE dan Maintenance Bukan Tambahan, Tapi Fondasi
Fariha et al. menunjukkan bahwa sebagian besar studi embedded software masih fokus pada fase pengembangan awal, terutama testing sebelum deployment. Namun, mereka menemukan hampir tidak ada penelitian yang membahas "maintenance requirements" secara eksplisit. Ini adalah alarm keras.
Kita hidup di zaman di mana perangkat embedded tidak bisa lagi dianggap statis. Firmware perlu diperbarui, sensor berubah, interkoneksi bertambah, dan ancaman keamanan berkembang. Jika proses requirements elicitation dan traceability tidak menyertakan kebutuhan pemeliharaan sejak awal, maka kita sedang menanam bom waktu.
Testing Mendominasi, Tapi Monitoring Masih Terpinggirkan
Studi ini juga menemukan bahwa lebih dari 50% publikasi maintenance berfokus pada testing, baik test case generation, automation, maupun model-based testing. Namun, hanya sedikit yang menyentuh aspek monitoring run-time, bug repair, atau predictive maintenance. Padahal, dalam dunia embedded, kesalahan kecil bisa berarti kegagalan fatal.
Contohnya? Kasus Therac-25 atau Boeing 737 MAX yang diangkat dalam artikel ini adalah bukti nyata bahwa kesalahan embedded software bisa berdampak pada nyawa manusia. Maka seharusnya fokus kita tidak lagi berhenti di testing, tetapi lanjut ke real-time observability dan deteksi dini gangguan.
AI/ML: Harapan Besar, Realisasi Kecil
Banyak yang percaya bahwa kecerdasan buatan adalah jawaban untuk tantangan software modern. Namun, artikel ini memperlihatkan kenyataan pahit: adopsi AI/ML dalam RE dan SM embedded software masih sangat minim.
Dari 79 studi utama yang ditinjau, hanya segelintir yang menggunakan AI/ML, dan sebagian besar masih terbatas pada task seperti test case prioritization atau klasifikasi. Belum ada yang benar-benar menyentuh area seperti bug detection otomatis, traceability dinamis, atau runtime anomaly detection berbasis deep learning.