Karena pada umumnya anak akan lebih dilonggarkan ketika bertamu seperti itu. "Alah biarin, toh jarang ke sini, masa sekalinya main-nonton tv malah dilarang" padahal saudara atau tetangganya itu juga memang ingin menonton.
2. Ada yang peduli, tapi lebih banyak yang memaklumi
Ini pengalaman yang tepat terjadi kemarin. Sebenarnya aku dan tante memiliki pendapat yang intinya sama, FTV dan sinetron bukan tontonan sehat anak, tapi kadar toleransinya jauh berbeda.Â
Aku dengan latar belakang didikan orang tua yang super ketat, termasuk ketika melihat tayangan televisi, menjadi terbiasa tidak menonton sinetron, bahkan hingga sekarang.Â
Kadang terpaksa menonton pun karena tuntutan tugas kuliah. Selaras dengan program studi yang aku tempuh, Ilmu Komunikasi, aku jadi merasa punya tanggung jawab untuk memastikan orang-orang menonton tayangan yang sehat. Terlebih anak-anak, apalagi itu adik sepupuku sendiri.Â
Sehingga tidak jarang aku meniru gaya orang tuaku dulu, melarang keras!. Tapi beda zaman beda pula tanggapannya. Dulu aku pasti langsung mengganti channel dan ogah menonton, sebab takut. Adik sepupuku? Tidak bergeming. Kadang emosi juga, sampai sama-sama mengeraskan suara.
Saat awal-awal itu terjadi, tante mendukungku. Tapi ketika aku dan adik hampir setiap hari cek-cok karena urusan yang sama, bahkan adikku sampai merengek, ibunya malah memarahiku. "Gak usah terlalu keras. Lama-lama juga bosen dinasehatin mulu" Beliau juga beranggapan aku berlebih.Â
Iya juga sih, dikit tapi. Memang aku perlu menemukan pendekatan yang lebih halus terhadap anak-anak sekarang. Mereka lebih kritis dan punya segudang jawaban untuk setiap nasehat yang kita berikan. Sekaligus pertanyaan jika merasa nasehat itu tidak masuk logika mereka.
Lantas hasil dari pemakluman tadi apa?
Aku dikejutkan ketika tante dan adik menilai masakanku yang tidak enak, terlalu pedas untuk mereka. Tante mengingatkan jika usiaku, 2 atau 3 tahun lagi sudah ideal untuk menikah, "mau masakin apa buat keluargamu nanti? Padahal ibumu jago banget masak lo, masa anaknya gak bisa sama sekali belajar dari dia..." dan seketika adikku nyletuk "cerai aja!" mengikuti gaya ibunya menasehatiku.Â
Di situ mulutku tidak bisa dikontrol "ya gausah nikah aja!". Tante tersinggung dengan ucapanku "dibilangin baik-baik kok malah gitu". Bukan beliau yang aku jawabi, tapi anaknya.