Mohon tunggu...
aris iskandar
aris iskandar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilih dan Pemimpin Saleh

19 Maret 2018   21:29 Diperbarui: 20 Maret 2018   15:44 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

soleh tentu saja istilah yang biasa kita dengar sehari-hari, mulai dari bahasa panggilan seorang ibu kepada anaknya, doa orang tua untuk anaknya atau kata-kata yang sering diucapkan oleh guru ngaji kepada murid-muridnya yang semuanya dimaksudkan agar anak-anak kita menjadi orang yang soleh. 

Istilah kesalehan sendiri kalau kita lihat dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah; kesungguhan menjalankan ajaran agama yang tercermin dalam sikap hidupnya. 

Maka dari itu, ketika seseorang sudah menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agama sehingga tercermin dalam sikap hidupnya bisa disebut orang-orang yang saleh. Sikap hidup seperti ini yang didambakan oleh semua orang apalagi orang tua kepada anaknya.

Saya hanya sedikit saja membahas istilah kesalehan dalam buku Kesalehan Multikultural (kalau tidak salah nama bukunya) yang menjelaskan bahwa kesalehan itu dibagi menjadi dua hal yakni kesalehan structural (simbolik) dan kesalehan kultural (sosial). 

Kesalehan struktural atau simbolik lebih dipahami sebagai kesalehan yang terkait hubungannya dengan langit atau lebih di pahami terkait urusan ibadah dengan Allah SWT, semisal rajin sholat, puasa, dll, sementara kesalehan sosial lebih dipahami kesalehan dalam hal hubungan dengan manusia atau ciptaan kholik, seperti sedekah, berbagi atau membantu kesesama dll. 

Maka dari itu konsep kesalehan tak bisa dipisahkan antara kesalehan struktural dengan kesalehan sosial, keduanya menjadi satu kesatuan yang utuh dan menguatkan satu sama lain sehingga kesalehan tidak hanya berbicara soal keimana dan ritual simbolik lainnya melainkan kesalehan harus terkait juga aksi kemanusiaan nyata yang populer disebut dengan kesalehan multikultural. 

Hal yang paling mudah untuk dipahami adalah kritik Allah SWT dalam surat al maun yang dengan jelas menyindir orang-orang yang rajin beribadah, sholat namun tak peduli dengan persoalan sosial disekitarnya yakni orang-orang yang lemah dan tertindas.

Lalu apa hubungannya memilih pemimpin Jawa Barat dengan persoalan kesalehan? 

Tentu saja jawabnnya erat kaitannya apalagi menyangkut urusan kemaslahatan bersama, ya kemaslahatan saya, anda, keluarga, orang lain dan terkhusus orang-orang lemah dan tertindas yang nasibnya banyak tergantung kepada keberpihakan pemimpinnya baik presiden, gubernur, walikota atau bupati. Ketidak pedulian kita terhadap urusan pemimpin (pilkada) bisa menjadi sebab ketidakadilan kita terhadap sesama. 

Banyak orang yang pintar, mapan bahkan kuat beribadahnya (saleh) namun tak menunaikan haknya untuk memilih pemimpinnya (alias golput), karena merasa tak peduli (apatis) dan tak merasa penting untuk memilih apalagi kehidupannya tidak banyak terpengaruh siapapun nanti yang jadi pemimpin, namun dia lupa bahwa banyak orang-orang yang lemah dan tertindas lainnya yang kehidupannya bergelimang dengan kemiskinan, kebodohan dan ketidakberdayaan yang jauh lebih membutuhkan keberpihakan pemimpin yang saleh. 

Maka kalau merujuk kepada konsep kesalehan multikultural orang-orang yang Golput yang tidak mempunyai kepedulian terhadap persoalan sosial (politik-pilkada) tidak bisa dibilang orang-orang yang saleh bahkan bisa dibilang orang-orang yang telah berlaku tidak adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun