Mohon tunggu...
Adzan Verdy
Adzan Verdy Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Assalamu'alaikum lur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tenaga Kependidikan dalam Pendidikan Inklusif

23 Januari 2021   11:50 Diperbarui: 23 Januari 2021   11:51 3041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau
kondisi lainnya.

Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi
peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah
reguler dan tergolong anak luar biasa baik dalam arti kelainan lamban belajar
maupun berkesulitan belajar lainnya. Namun demikian pendidikan inklusi
bukanlah satu-satunya cara dalam mendidik anak berkebutuhan khusus
(ABK) melainkan suatu program alternatif. Sekalipun sudah banyak sekolah
yang menerapkan pendidikan inklusi dan mendeklarasikan sebagai sekolah
inklusi, namun pada implementasinya masih banyak yang belum sesuai
dengan konsep-konsep pendidikan inklusi yang baik salah satunya dilihat dari
segi manajemen tenaga kependidikannya salah satunya adalah pengadaan
guru pendamping khusus (GPK).

Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis implementasi pendidikan inklusi. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari sisi
manajemen tenaga kependidikan, cenderung tidak sedikit sekolah yang belum
maksimal dalam penyediaan tenaga kependidikan di sekolah inklusi,
sehingga pemerintah maupun sekolah diharapkan dapat menelaah kembali
implementasi pendidikan inklusi yang ada.


Adanya UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional
membuka jalan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk dapat mengenyam
pendidikan dengan layak. Pendidikan inklusi secara khusus diartikan sebagai sebuah
upaya penyelenggaraan pendidikan yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus
dan anak normal untuk belajar.

Dengan adanya pendidikan inklusi artinya sekolah
tersebut harus mampu mengakomodasi setiap anak tanpa kecuali, baik secara fisik,
intelektual, emosional, sosial, bahasa, budaya, etnis, minoritas dan berbagai hal lainnya.
Pendidikan inklusi merupakan implementasi pendidikan yang berwawasan
multikultural yang dapat membantu siswa mengerti, menerima, serta menghargai orang
lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik dan
psikologis.

Pemahaman implementasi pendidikan inklusi tidak hanya dibatasi oleh makna
tempat sebagaimana yang dikenal dengan nama sekolah. Pendidikan inklusi adalah
sebuah proses pemberdayaan individu sejak lahir dengan didasari pemahaman terbuka
untuk meraih siapapun. Penyelenggaraan mengenai pendidikan inklusi secara lebih jauh
terjamin dan diatur dalam Permendiknas Nomor 70 tahun 2009. Karena itu, negara
memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada
setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam
kemampuan.


Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi anak yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa menegaskan
bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Lanjut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007: 82), pendidikan inklusi adalah sekolah harus
mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial
emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan

pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah
reguler (SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan,
lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya.
Seiring perkembangan zaman, ada pandangan bahwa mereka anak-anak
penyandang dissabilitas/ABK dianggap sebagai sosok individu yang tidak berguna,
bahkan perlu diasingkan. Namun, seiring dengan perkembangan peradaban manusia,
pandangan tersebut mulai berbeda. 

Keberadaannya mulai dihargai dan memiliki hak yang
sama seperti anak normal lainnya. Anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan
kesempatan yang sama dengan anak-anak normal lainnya dalam pendidikan, hanya saja
jika ditinjau dari sudut pandang pendidikan, karena karakteristiknya yang berbeda dengan
anak normal pada umumnya menyebabkan dalam proses pendidikannya mereka
membutuhkan layanan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pendekatan khusus.
Meskipun tidak sedikit pula yang masih saja memiliki pandangan negatif terhadap
keberadaan anak berkebutuhan khusus (ABK).


Menurut Yusuf (2014: 3) bahwasannya landasan filosofi utama dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia adalah filsafat Pancasila yang memiliki
semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" merupakan lambang dan simbol pengakuan bahwa
Indonesia merupakan negara multibudaya, multietnik, dan multibahasa, adat istiadat,
agama dan kepercayaan sebagai sebuah kekayaan yang harus dijaga, dipelihara dan
dikembangkan dalam kerangka NKRI. Yang berarti bahwa keberagaman atau
kebhinekaan tidaklah lagi memandang siapa, suku, ras, agama, budaya namun merupakan
satu kesatuan yang utuh. Meskipun berbeda-beda namun pastilah di balik perbedaan itu
ada kekurangan serta kelebihan pula. Tak lain halnya dengan anak berkebutuhan khusus
(ABK) di balik kekurangannya pastilah memiliki kelebihan pula.


Di Indonesia anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan
perkembangan dan telah diberikan layanan antara lain: Anak yang mengalami kerusakan
(impairment) penglihatan (tunanetra), tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, autism (autistic children), hiperaktif (attention deficit disorder with
hyperactive), anak dengan kesulitan belajar (learning disability atau spesific learning
disability), dan anak dengan kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and
developmentally disabled children) (Delphie, 2006: 1-3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun