Mohon tunggu...
Ady Setyawan
Ady Setyawan Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis Buku : Benteng Benteng Surabaya ( 2015 ) Surabaya Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu ? ( 2018 )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meraba Wajah Kalimas Abad 19

7 Desember 2019   21:49 Diperbarui: 7 Desember 2019   21:50 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Surabaya 1825, dengan akses ke pantai melalui jalur Kalimas dan desa Semampir. Sumber : Asia Maior

Surabaya adalah kota yang dibangun diatas lapisan lumpur, rawa-rawa, genangan air hingga kedung yang harus ditimbun sebelum bisa dimanfaatkan untuk pengembangan kota. 

Banjir adalah kendala yang harus dihadapi setiap tahun. Bendungan dan saluran-saluran baru harus dibuat untuk irigasi karena kawasan delta yang subur harus mendapatkan debit air yang diatur dan diperhitungkan dengan matang.

Para insinyur dengan karya-karyanya turut menghiasi pembangunan kota, ribuan penduduk pribumi dipekerjakan dan telah menelan begitu banyak biaya sejak awal abad ke 19. 

Setiap bangunan atau pemukiman yang dibangun berarti harus menaklukkan rawa-rawa dengan hasil yang masih jauh dari ideal. Mari kita tengok suasana kota Surabaya di awal abad 19.

Pada tahun 1800, dari lokasi yang kini berdiri sisa-sisa Jembatan Pethekan hingga kearah laut terbentang rawa-rawa luas. Jalan akses menuju pantai hanya berupa jalan setapak yang sederhana dan hanya ada dua jalur. 

Jalan setapak pertama berada di sisi barat Kalimas yang lurus hingga ke pantai, jalan setapak kedua di sisi timur Kalimas menuju ke arah kampung Semampir dan Kali Pegirian. Kawasan antara Kalimas dan Kali Pegirikan masih berupa hutan yang tidak terlalu lebat, pepohonan nipah dan percabangan anak-anak sungai.

Pada tahun 1809, sebuah jalan akses dibangun di sepanjang sisi timur Kalimas, memutus percabangan-percabangan sungai. Mulut Kalimas dilengkapi dengan dinding dermaga pada kedua sisinya. 

Bersamaan dengan dibangunnya jalan akses ini, dibangun pula sebuah benteng kecil yang dinamakan "Fort Kalimas" / Benteng Kalimas. Dibangun 200 meter menjorok keluar dari mulut Kalimas dari batu-batuan yang didatangkan dari Madura.

Sejak jalan akses ini dibangun maka bermunculan pula perkampungan baru dari gubug-gubug berbentuk panggung untuk menghindari banjir. Pada akhir tahun 1846, pembangunan Marine Etablissement dimulai dan ini menjadi sebuah "ledakan besar". 

Dari pembangunan inilah sebutan kawasan "oedjoeng" mulai dikenal. Ribuan pekerja tiba-tiba meramaikan kawasan hutan dan pepohonan nipah tersebut, hadirnya para pekerja ini diikuti bukan hanya pembangunan jalan akses yang lebih baik, tetapi juga maraknya pemukiman baru, warung makan hingga prostitusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun