Mohon tunggu...
Advertorial
Advertorial Mohon Tunggu... Editor - Akun resmi Advertorial Kompasiana

Akun resmi Advertorial Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Benang Merah Antara Bioteknologi dan Pertanian Berkelanjutan

8 Oktober 2015   15:25 Diperbarui: 8 Oktober 2015   15:42 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Petani merontokkan padi dalam mesin penggilingan di Ciasem, Subang, Jawa Barat, Senin (23/9/2013). Target swasembada berkelanjutan untuk komoditas beras, jagung, gula dan kedelai pada tahun 2014 sulit tercapai. Selain lahan pertanian yang semakin menyempit, iklim yang tidak menentu juga menjadi kendala menuju swasembada pangan. (Sumber: KOMPAS/Agus Susanto)"][/caption]Apa benang merah yang menghubungkan bioteknologi dengan pertanian berkelanjutan? Jumlahnya cukup banyak bila harus disebutkan dan dijelaskan satu per satu. Namun, ada satu hal yang pasti. Baik bioteknologi maupun pertanian berkelanjutan sama-sama memiliki satu tujuan, yaitu mencapai ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produksi pertanian serta diversifikasi tanaman pangan, dengan biaya lebih sedikit dan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Seperti yang sudah kita ketahui, dunia akan mengalami krisis pangan di masa yang akan datang. Salah satu pemicu utamanya adalah lonjakan pertambahan penduduk yang tinggi. Penerapan bioteknologi yang berbasis biologi, sains dan teknologi, dipercaya mampu meningkatkan produksi pertanian sekaligus kesejahteraan para petani.  

Saat ditemui di sela kesibukannya, Dosen Fakultas Biologi Universitas Nasional (Unas) Retno Widawati mengutarakan pendapatnya, “Saya pikir bioteknologi sudah banyak diterapkan dan ditemui di Indonesia, baik itu di berbagai tempat serta berbagai bidang, seperti biore-mediasi, rumah sakit dan pabrik-pabrik. Jangan lupa juga bahwa vaksinasi itu salah satu produk bioteknologi. Begitu juga dalam pengembangan kultur jaringan dengan tujuan memperbanyak jumlah bibit.”

Pada kenyataannya, bioteknologi sendiri belum diterapkan secara menyeluruh di Indonesia, khususnya di sektor pertanian. Bisa dibilang, perkembangannya tidak secepat yang diharapkan. Meskipun demikian, ada salah satu hasil penerapan bioteknologi yang sudah diperkenalkan dan dikomersilkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) kepada masyarakat, yaitu tebu produk rekayarasa genetika (PRG) yang diklaim tahan kekeringan. Dalam waktu dekat, diperkirakan akan ada beberapa tanaman PRG lain yang dilepas ke pasar atau masyarakat, seperti kentang dan padi.

Bioteknologi itu sudah diterapkan di beberapa perusahaan yang ada di Indonesia, bukan hanya perusahaan asing tetapi juga perusahaan nasional, seperti LIPI dan PTPN. Tetapi memang penerapannya itu diatur oleh pemerintah, karena sudah ada peraturan yang menyatakan bahwa kalau tanaman PRG ingin dilepas ke pasar secara komersial, harus dengan pengawasan dan kehati-hatian,” terang Retno.  

Selain itu, Retno juga menyatakan bahwa bioteknologi senantiasa berkembang dari tahun ke tahun. Perkembangan itu jelas sangat dibutuhkan, karena para petani Indonesia tak bisa terus-menerus menggunakan metode konvensional dan bergantung pada pestisida yang berpotensi besar meninggalkan residu kimia di tanah lahan pertanian. Sedangkan, untuk mencapai ketahanan pangan nasional kini dan nanti, para petani harus mampu memproduksi tanaman pangan dalam kapasitas besar dan secara kontinyu. Bila hal itu bisa tercapai, Indonesia tak perlu lagi bergantung pada impor. Bahkan, bukan tak mungkin Indonesia menjadi basis produksi komoditas ekspor pada masa yang akan datang.

“Menurut saya, Indonesia punya kompetensi untuk menerapkan dan mengembangkan bioteknologi sesuai dengan kebutuhan sektor pertanian Indonesia. Misalnya, bila dilanda kekeringan, kita harus punya bibit tanaman PRG yang tahan kekeringan. Begitu juga bila diserang hama, artinya kita harus mengembangkan tanaman bioteknologi yang tahan hama. Jadi, bagaimanapun juga, Indonesia butuh bioteknologi. Hanya saja penerapannya yang harus disesuaikan dengan kondisi alam dan cuaca Indonesia,” ujarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun