Mohon tunggu...
Advertorial
Advertorial Mohon Tunggu... Editor - Akun resmi Advertorial Kompasiana

Akun resmi Advertorial Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hadapi Era Revolusi 4.0, Mensos Paparkan Gagasan Pembangunan Kesos Transformatif

28 September 2018   13:36 Diperbarui: 28 September 2018   13:41 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita di acara wisuda Universitas Darma Persada | Sumber: Humas Kemensos

Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengingatkan untuk memperkuat pembangunan kesejahteraan sosial yang mengusung visi transformatif.

"Bantuan untuk masyarakat miskin dan lemah diwujudkan dengan membekali mereka dengan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Upaya ini, sekaligus memperbesar potensi serapan tenaga kerja secara nasional," kata Mensos dalam orasi ilmiahnya pada Wisuda Ke-28 Magister, Sarjana dan Diploma Universitas Darma Persada, Jakarta, Kamis (27/09).

Dalam orasinya berjudul "Merintis Kebijakan Pembangunan Kesejahteraan Sosial Yang Transformatif: Pembangunan Sumber Daya Manusia Melalui Kebijakan Kesejahteraan Sosial, Di Era Revolusi Industri 4.0", Mensos menekankan pentingnya penyiapan kualitas SDM yakni kemampuan vokasional. dari tidak berketerampilan menjadi mempunyai keterampilan sehingga siap dalam menghadapi persaingan di pasar kerja.

Untuk mewujudkan gagasan ini, Mensos memandang, perlu juga memperkuat kapasitas dan daya dukung lembaga-lembaga pelatihan kerja, badan sertifikasi profesi yang sedang dilakukan pemerintah melalui pelatihan di Balai Latihan Kerja dan program-program pemagangan.

Konteks keterampilan yang penting sebagai modal dasar SDM juga dimaknai dalam aspek kepemimpinan (leadership) dan bekerja dalam team (teamwork), kelincahan dan kematangan budaya (cultural agility), dengan latar belakang budaya yang berbeda tetap bisa bekerja sama, dan enterpreneurship (termasuk sociopreneurship).

Mensos mengajak semua pihak untuk tidak terpaku pada pemahanan tentang literasi manusia lama yang berorientasi kerja formal, yang hanya mendasarkan pada kemampuan membaca, menulis dan menghitung. Ini diaggap tidak akan sanggup menjawab tantangan era revolusi industri 4.0.

Masyarakat akademis dan perguruan tinggi perlu mengkaji kembali kurikulum yang ada, sehingga mampu menguasai literasi baru, yaitu (1) literasi data, yaitu kemampuan membaca, menganalisis dan memanfaatkan informasi big data  dalam dunia digital, (2) literasi teknologi, yaitu memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial intelligence dan engineering principles), dan (3) literasi manusia yaitu humanities , komunikasi, dan desain.

"Dalam perspektif literasi manusia, tujuannya adalah agar manusia dapat berfungsi dengan baik di lingkungan yang semakin dinamis," kata Mensos. Pada konteks itu, perguruan tinggi perlu mencari cara baru untuk mengembangkan kapasitas kognisi manusia, yaitu: higher order mental skills, berfikir kritis dan sistemik.

Untuk sukses menghadapi revolusi industri 4.0, Mensos menekankan pada tiga aspek. Pertama adalah kualitas, yaitu upaya menghasilkan SDM yang berkualitas agar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja yang berbasis teknologi digital. Kedua , adalah masalah kuantitas, yaitu menghasilkan jumlah SDM yang berkualitas, kompeten dan sesuai kebutuhan industri. Ketiga , adalah masalah distribusi SDM berkualitas yang masih belum merata akibat besarnya jurang perbedaan atas masyarakat di Indonesia.

Kategorisasi tacit dan explicit knowledge menurut Nonaka dan Takeuchi (1995) dan Polanyi (1966) juga penting untuk diperhatikan dalam era industri 4.0. Pengetahuan yang bersifat formal dan sistemik yang dapat diekspresikan dengan kata-kata dan angka disebut explicit knowledge. Sedangkan pengetahuan yang bersifat istimewa, sangat pribadi dan sulit untuk diformalkan dan dikomunukasikan disebut tacit knowledge.

Gagasan Mensos ini, sekaligus untuk mengkritisi pandangan konvensional yang berpendapat bahwa perlindungan sosial diwujudkan dengan menebar "jaring pengaman" (safety net policy). Kebijakan yang populer dekade 80-an ini, melihat bantuan sosial yang sangat minimalis di negara-negara yang terlalu miskin dan secara administratif lemah untuk memperkenalkan program kesejahteraan sosial yang lebih komprehensif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun