Mohon tunggu...
Adriyanto M
Adriyanto M Mohon Tunggu... Menyimak Getar Zaman, Menyulam Harapan

Ruang kontemplasi untuk membaca dinamika dunia dengan harapan dan semangat, merangkai ide dan solusi masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membandingkan Mudik di Indonesia dan China

21 Maret 2025   12:43 Diperbarui: 30 Maret 2025   08:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Dokumen Karya Pribadi)

Setiap tahun, Indonesia dan China sama-sama mengalami gelombang migrasi massal saat hari raya besar. Di Indonesia, tradisi mudik Lebaran berlangsung setiap Idulfitri, sementara di China terjadi saat perayaan Festival Musim Semi (Tahun Baru Imlek). Keduanya berakar pada budaya pulang ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga tercinta. Artikel ini akan mendeskripsikan perbandingan budaya dan sejarah mudik di Indonesia dan China, skala pemudik dan statistik perjalanannya, tantangan serta infrastruktur transportasi yang terlibat, hingga perbandingan pengalaman mudik di kedua negara.

Budaya dan Sejarah Mudik

Mudik merupakan tradisi mendalam di Indonesia. Istilah "mudik" bermakna pulang ke udik (kampung) atau singkatan dari mulih dilik (bahasa Jawa: "pulang sebentar"). Tradisi ini mulai populer sekitar tahun 1970-an seiring urbanisasi besar-besaran ke Jakarta. Para perantau yang bekerja di kota besar akan pulang ke kampung halaman menjelang Lebaran untuk bersilaturahmi, meminta maaf, dan merayakan Idulfitri bersama keluarga. Mudik Lebaran telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia, melibatkan tidak hanya umat Muslim tetapi masyarakat luas setiap libur panjang hari raya. Momen ini dianggap sakral; banyak perantau rela menempuh perjalanan panjang demi melepas rindu dengan orang tua dan sanak saudara di kampung.

Di China, tradisi serupa terjadi saat Tahun Baru Imlek. Liburan Imlek merupakan kesempatan penting untuk reuni keluarga. Budaya Tionghoa menekankan makan malam reuni di malam tahun baru sebagai tradisi turun-temurun. Sejak reformasi ekonomi akhir 1970-an, jutaan penduduk desa China merantau ke kota-kota besar untuk bekerja. Akibatnya, fenomena mudik Imlek, dikenal sebagai Chunyun, berkembang menjadi migrasi manusia tahunan terbesar di dunia. Selama masa 40 hari menjelang dan sesudah Imlek, ratusan juta orang di China berbondong-bondong pulang ke kampung halaman. Dorongan budaya untuk berkumpul dengan keluarga besar inilah yang menjadi latar belakang tradisi mudik di China, mirip dengan semangat mudik Lebaran di Indonesia.

Statistik dan Skala Mudik

Dari segi skala, mudik di Indonesia dan China sama-sama melibatkan jumlah pemudik yang luar biasa besar, meski angkanya berbeda secara absolut. Pada Lebaran 2023, jumlah pemudik di Indonesia diperkirakan mencapai 132--134 juta orang, hampir setengah dari populasi nasional. Angka ini melonjak sekitar 55% dibanding prakiraan tahun 2022 yang hanya 85,5 juta (terpengaruh pandemi). Bahkan untuk 2025, Kementerian Perhubungan memprediksi sekitar 146 juta orang akan mudik Lebaran, atau sekitar 52% penduduk Indonesia. Lonjakan arus mudik sangat terasa menjelang hari H Lebaran; puncaknya pada H-1 2023 mencapai sekitar 17,7 juta perjalanan dalam sehari. Moda transportasi yang digunakan beragam, namun didominasi angkutan darat. Survei Kemenhub menunjukkan pemudik Indonesia paling banyak menggunakan mobil pribadi (22%), diikuti sepeda motor (20%), bus (18%), dan kereta api (12%). Pesawat terbang dan kapal laut juga digunakan, walau porsinya lebih kecil.

Sebaliknya, skala mudik di China jauh melampaui Indonesia bila dihitung dalam jumlah perjalanan. Pada musim Chunyun 2025, tercatat 9,03 miliar perjalanan penumpang terjadi dalam periode 40 hari libur Imlek. Angka fenomenal ini mencakup setiap moda dan perjalanan ulang-alik; sebagai perbandingan, tahun 2019 (sebelum pandemi) tercatat sekitar 2,98 miliar perjalanan, namun metode penghitungan resmi belakangan diperluas hingga mencakup lebih banyak perjalanan via jalan raya.

Dari total tersebut, sekitar 8,39 miliar perjalanan (93%) berlangsung melalui jalur darat (mobil, bus, dsb). Kereta api mengangkut sekitar 513,6 juta penumpang selama Chunyun 2025, jumlah tertinggi sepanjang sejarah Tiongkok. Adapun perjalanan udara mencapai 90,2 juta penumpang, dan perjalanan melalui jalur air sekitar 31 juta. Melihat skala ini, tidak heran jika mudik Imlek di China dijuluki "arus mudik terbesar di planet ini". Meskipun metodologi pencatatan berbeda, jelas bahwa proporsi penduduk yang melakukan perjalanan mudik di China sangat masif --- bahkan melebihi total penduduk China sendiri karena banyak orang melakukan lebih dari satu rute (transit) dalam perjalanan mereka.

Tantangan dan Infrastruktur Transportasi

Lonjakan pemudik dalam waktu singkat menimbulkan tantangan besar bagi infrastruktur dan pengelolaan transportasi di kedua negara. Pemerintah Indonesia setiap tahun menerapkan berbagai langkah untuk mengelola arus mudik Lebaran. Misalnya, rekayasa lalu lintas seperti sistem one-way dan contra-flow diberlakukan di jalan tol utama (seperti Tol Trans-Jawa) untuk mengurai kemacetan. Kendaraan berat (truk barang) kerap dibatasi operasionalnya di hari-hari puncak mudik demi memberi ruang bagi kendaraan pribadi dan bus. Pemerintah juga menyiapkan angkutan tambahan, seperti kereta api dan bus ekstra, serta mudik gratis bagi kelompok tertentu (misalnya program mudik gratis sepeda motor dengan kapal laut).

Pembangunan infrastruktur gencar dilakukan; penyelesaian Tol Trans-Jawa dan perluasan jaringan tol di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi telah memperlancar perjalanan darat. Di sektor kereta, Indonesia menambah rangkaian dan jadwal kereta api antar-kota selama Lebaran. Bahkan pada 2023, Indonesia meluncurkan kereta cepat Jakarta-Bandung pertama, menandai modernisasi transportasi yang diharapkan kelak mendukung arus mudik antar-kota. Meski terbatas, moda pesawat dan kapal ferry juga dioptimalkan, bandara memperbanyak penerbangan tambahan dan pelabuhan penyeberangan seperti Merak-Bakauheni meningkatkan layanan untuk mengurai antrean kendaraan. Berkat koordinasi multi-pihak (Kemenhub, Polri, Jasa Marga, pemerintah daerah, dll), penyelenggaraan mudik belakangan ini relatif terkendali dan mendapat apresiasi. Mudik Lebaran 2023 di Indonesia dinilai cukup lancar, survei mencatat kepuasan 89,5% dari kalangan pemudik terhadap penyelenggaraan mudik tahun tersebut.

Sementara itu, pemerintah China menghadapi tantangan logistik yang tak kalah kompleks namun dengan kapasitas infrastruktur raksasa. Jaringan kereta api China adalah salah satu yang termaju di dunia, termasuk kereta api cepat (high-speed rail) yang mampu mengangkut jutaan orang dengan cepat antarprovinsi. Menjelang Imlek, perusahaan kereta api nasional menyiapkan kereta tambahan dan memperpanjang jam operasi untuk mengakomodasi lonjakan penumpang. Stasiun-stasiun kereta api utama di kota besar (seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou) harus menangani lautan manusia, mulai dari sistem antrian tiket, pemeriksaan keamanan, hingga jadwal keberangkatan yang padat. Infrastruktur jalan raya di China juga sangat luas, adanya jaringan jalan tol nasional memungkinkan ratusan juta perjalanan dengan mobil dan bus.

Pemerintah China membentuk tim khusus penanganan Chunyun yang mengkoordinasikan berbagai moda transportasi. Teknologi informasi digunakan secara luas: penjualan tiket online melalui sistem terpusat (dengan identitas penumpang) membantu mengendalikan penjualan gelap, dan beberapa stasiun telah menerapkan pemindaian wajah untuk mempercepat boarding kereta. Meski begitu, tantangan tetap ada mengingat skala penumpang yang luar biasa. China terus meningkatkan kapasitas transportasi --- misalnya, membuka rute kereta baru ke wilayah pedalaman dan memperluas bandara. Hasilnya, pada arus mudik Imlek 2025 yang mencetak rekor, sistem transportasi China berhasil beroperasi maksimal tanpa kejadian signifikan, mampu mengangkut volume penumpang belum pernah tercatat sebelumnya.

Perbandingan Pengalaman Mudik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun