Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Kembang Tua

11 Mei 2016   09:22 Diperbarui: 11 Mei 2016   21:36 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bjp-online.com

Senja datang untuk ke sekian kali. Aku menatap wajahku sendiri yang juga mulai senja di cermin. Tiga tahun belakangan ini, bedak sudah tak sanggup lagi membuat wajahku berbinar seperti saat pertama kali aku memoleskannya di wajahku pada waktu senja. Ya, senja pertama puluhan tahun lalu saat aku memulai pergulatan hidupku menjual tubuhku sendiri di warung remang-remang. Saat wajahku tengah mekar berseri, dan tubuhku sanggup memantik nafsu lelaki. Sekarang ini bedak hanya bisa membuatku tampak seperti hantu.

Ah, jika saja aku bisa melanjutkan hidup di dunia yang ‘terang’, di mana wajah senja tak menjadi persoalan karena itu berarti kematangan, bukan kemalangan seperti di warung remang-remang.

Beberapa waktu ini aku terus memikirkan hal itu ketika malam membuka kembali gerbang kehidupannya untukku.

Mengumbar keluh kesah tak pernah berarti apa-apa di dunia malam remang. Mereka, para tetamu, tak pernah ingin tahu tentang apa pun, kecuali apa yang bisa mereka dapatkan untuk uang yang mereka hamburkan di sana.

Dunia malam remang ini sama kikir dengan cahaya yang memancar suram dan malas. Tak ada pilihan untuk cara mengais hidup di dunia malam remang kecuali menjadi lacur yang lemah dan menanggalkan kehormatan tanpa syarat.

Tak ada tempat untuk sedikit saja kehormatan. Di dunia malam remang, kehormatan adalah apa yang bisa didapat dari membuang jauh-jauh kehormatan itu sendiri, dari tubuh dan pikiranmu.

Di sana tak ada pilihan seperti di dunia yang terang.

Terkadang aku berkesimpulan bahwa orang-orang seperti kami adalah orang-orang terbuang tanpa kehormatan, oleh karena dunia memilih orang yang terhormat dan membuang kami untuk membedakan dengan mereka.

Biarlah...

Aku tak mungkin meminta sungai mengalirkan air ke hulu. Akan habis waktu jika terus menawar agar dunia terhidang seperti yang kau mau.

------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun