Mohon tunggu...
fadrian gultom
fadrian gultom Mohon Tunggu... Freelancer - Profil

Kuli Kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Koma, Persimpangan Desain Grafis

13 Juni 2020   16:30 Diperbarui: 13 Juni 2020   16:32 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2003, ketika saya lulus SMA, dan sedang menentukan untuk Kuliah dimana dan jurusan yang hendak diambil, saya benar-benar tidak membayangkan akan mengambil jurusan ekonomi, manajemen, ataupun jurusan-jurusan lain. Dari kecil sudah rajin menggambar, dan saat itu saudara menyampaikan tentang jurusan yang sedang naik daun, yaitu Desain Komunikasi Visual, atau lebih dikenal dengan istilah desain grafis.

Jurusan ini benar-benar menarik perhatian, karena setelah mempelajari mata kuliah yang didapat, sepertinya menarik walaupun sebagian besar tidak familiar mata kuliahnya, tetapi begitu terlihat kelas 'Menggambar I', 'Menggambar II', tanpa pikir panjang saya meyakinkan diri untuk mengambil jurusan ini. Jurusan yang memang sejalan dengan bakat dan minat saya pribadi.

Pada waktu itu, sepertinya titik berat media implementasi karya di kelas lebih banyak berorientasi kepada industri cetak. GSM (Graphic Standard Manual), Publikasi, MRG (Metode Reproduksi Grafika) yang bahkan mengajarkan tentang setup FA (Final Artwork) dengan bleed, trim, serta perhitungan cost yang dikeluarkan. Branding desain grafis pun lebih kearah print promotional kit : poster, brosur, flyer, leaflet, office kit, dlsb. Mata kuliah Advertising juga dipenuhi materi dan referensi visual unconventional Ads untuk billboard, poster desain grafis,baliho. 

Waktu itu sepertinya masa menanjaknya industri kreatif ini. Terlebih lagi anak-anak DKV ada yang cenderung memiliki 'tampilan' yang unik, nyentrik, atau mungkin boleh dibilang agak nyeleneh, atau itu saya saja ya ?hehe..  dulu saya pakai jeans bawahnya dimasukkan di sepatu, jam tangan kiri dan kanan, terdorong keinginan impulsif untuk tampil 'beda' di kampus.

Tekan tombol Forward ke 2020, saya merasa sedikit banyak bahwa kita sedang berada dalam persimpangan industri, persimpangan desain grafis. Apakah peran desain grafis dalam konteks sosial, budaya, korporat, lebih dari sekedar poster, brosur, booklet, pakaian saja?  atau dapatkah kita memberi artian yang lebih mendalam sebagai sebuah industri yang bersinggungan dengan industri lain seperti diutarakan disini.

bagaimana dengan pertumbuhan dan perkembangan industri itu sendiri, apakah lulusan jurusan DKV tiap tahun berimbang dengan pertumbuhan lapangan kerja yang ada ? apa mungkin ada penunjukkan asosiasi resmi Desain Grafis oleh pemerintah untuk menetapkan sebuah standard harga sebagai upaya menghindari jargon 'desain grafis bukan desain gratis' yang marak dikumandangkan oleh perancang-perancang visual kita? 

Mantan dosen saya (yang terkenal galak, tapi kritis), Bpk. Danu Widhyatmoko, kami berbincang sedikit tentang keadaan saat ini. satu hal yang menarik sempat muncul pertanyaan 'apakah DKV masih relevan?', dan mungkin ada beberapa faktor dari saya yang memicu pertanyaan ini :

1.Perkembangan AI : 

saat ini sudah banyak didunia daring website open source berbasis intelijensi buatan untuk kebutuhan desain promosional. di Canva.com saja misalnya, ada ratusan media dan template yang bisa digunakan, bahkan untuk orang awam sekalipun karena fitur drag & dropnya. Walaupun karya yang dihasilkan tidak setajam karya yang melalui proses brainstorm, mindmap, moodboard, analisa SWOT. Tapi kecepatan delivery adalah satu nilai jual yang memikat banyak orang. Kantor lama saya yang merupakan perusahaan Fintech bahkan tim Marketingnya tidak memiliki background DKV tapi mampu membuat materi visual menggunakan canva tersebut. Platform ini juga tidak bisa dibilang buruk, karena banyak juga desainer yang menggunakan software berbasis intelijensi buatan ini untuk menghemat waktu, tapi di jangka panjang mungkin demand terhadap desainer grafis bisa berkurang.

contoh desain yang dibuat dengan canva.com
contoh desain yang dibuat dengan canva.com

2. Demand :

Kalo memperhatikan agency-agency sekarang, sepertinya sudah banyak yang beralih ke digital. Mereka yang tetap berada di core business media cetak mungkin agency besar. Trend korporat dalam beriklan sekarang lebih fokus ke digital, karena ROI yang bisa dipantau secara realtime dan dapat dioptimasi kapanpun saat itu juga  jika dibutuhkan, lain dengan iklan media cetak yang manfaatnya baru bisa dirasakan setelah kampanyenya selesai.

Ada resiko investasi yang dihadapi perusahaan ketika beriklan dengan model konvensional. Namun dari perspektif freelance, sekarang ini malah semakin banyak platform freelancer desain grafis yang bisa digunakan bagi mereka yang memilih jalan sebagai pekerja lepas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun