Tidak dipungkiri efek Work From Home (WFH) sedikit banyak berpengaruh ada kehidupan rumah tangga kita baik hubungan kita dengan anak maupun pasangan kita.
Perubahan intensitas pertemuan serta juga pola komunikasi yang selama ini banyak dihabiskan di kantor atau di luar rumah ketika siang hari berubah menjadi secara penuh sama-sama berada di rumah, nyatanya bukan menjadi keuntungan tapi justru membuat potensi friksi dan berselisih paham semakin tinggi.Â
Entah karena pikiran bosan terus menerus berada di rumah, ruang pribadi semakin kecil karena ketika bekerja tercampur dengan kehidupan bersama keluarga yang menyita waktu dan perhatian. Oleh karena itu, untuk mencegah konflik berkepanjangan, 3 tips ini bisa dipraktekan agar rumah tangga tetap langgeng.
Beberapa minggu setelah WFH, saya merasakan sendiri bagaimana ruang pribadi saya serta pembagian waktu antara saya bekerja dan urusan rumah tangga sering tercampur dan sulit diatur, tak pelak terkadang selisih paham dengan pasangan pun terjadi.Â
Akhirnya, saya bersama istri duduk bersama dan mencari solusi agar kondisi ini jangan sampai menjadi parah dan berujung kepada hal-hal yang tidak kami inginkan, naudzubillah semisal kata cerai atau talak terucap.
Akhirnya kami bersepakat selama WFH kami harus saling mengerti dan berpikir dingin jika terjadi hal-hal yang menimbulkan perselisihan di antara kami.Â
Kami juga harus paham semisal anak kerap menjadi distraksi ketika saya atau istri sedang rapat secara virtual dengan pihak kantor, maka salah satu dari kami harus sigap untuk mengajak anak mencari kegiatan lain.
Sering juga unutuk mengatasi kebosanan, kami pergi keluar untuk sekadar belanja kebutuhan logistik bersama anak, namun dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat atau bisa juga dengan jalan bersama ke kebun di sekitar kompleks sebagai bentuk refresing.
Saya dan istri juga bersepakat bahwa semisal istri merasa lelah untuk memasak dan mengurus anak, maka dia tidak perlu memasak dan dapat membeli melalui aplikasi pesan antar makanan saja. Dan di berbagai kesempatan, saya juga berikan waktu istri untuk beristirahat dan kami bergantian mengasuh anak.
Selain itu, menyatakan isi hati baik dan buruknya pasangan memang diperlukan, bukan dalam rangka untuk menjatuhkan pasangan tetapi lebih kepada mengelola pikiran. Namun, penting juga untuk mencari momen yang tepat, semisal tidak di depan anak saat akan memberikan kritik, sebaliknya berikanlah pujian.Â
Setiap pasangan bisa jadi memiliki hobi atau kegiatan untuk mengusir kebosanan. Hal ini bisa jadi menjadi solusi bagi pasangan untuk memberikan ruang untuk merelaksasi pikirannya melalui hobi atau kegiatan yang disukai.