Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Pak Achmad

4 April 2019   11:13 Diperbarui: 4 April 2019   11:22 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari saya menyetop taksi di tengah jalan. Seperti biasa saya langsung mengambil posisi tempat duduk ternyaman dan saya anggap tempat terbaik untuk menyerap ilmu pengetahuan., kursi di samping kemudi.

Supir saya hari ini adalah Pak Achmad, seorang keturunan Arab-Betawi yang baru empat tahun ini menjadi pengemudi taksi dan berumur sekitar 50 tahunan. 

Sebelumnya, Pak Achmad bekerja menjadi pengemudi mobil kantor sebuah perusahaan minyak dengan penghasilan yang mencukupi, setelah habis kontraknya beliau pun sempat menjadi supir agen perjalanan wisata dan supir pribadi.

Selama perjalanan, saya pun sempat menanyakan tentang keluarga Pak Achmad. Pak Achmad ketika bercerita tentang keluarga pembawaannya menjadi semangat sekaligus sedih. Dengan intonasi yang rendah dan wajah yang sayu. 

Beliau bercerita bahwa di mempunyai 5 orang anak yang kesemuanya adalah perempuan, salah satu diantaranya sudah dipanggil dahulu oleh Yang Kuasa. Keempat anak lainnya sekarang sudah berkeluarga dan tersebar di berbagai tempat, seperti Bali, Bogor dan Jakarta. Namun, anaknya yang tinggal di Jakarta lokasinya cukup jauh darinya sehingga cukup jarang untuk bertemu.

Mendengar cerita itu saya pun membayangkan betapa sepinya rumah ketika kesemua anak perempuannya harus pindah mengikuti suami, tinggal Beliau bersama istri. 

Saya pun berujar "Wah sepi Pak di rumah ? Tinggal Bapak sama Ibu" mendengar pertanyaan saya, mimik wajah Pak Achmad berubah menjadi lebih sedih, beliau berujar "Istri saya sudah meninggal, jadi saya sendirian di rumah Dek". 

Saya pun tercekat mendengar jawaban Pak Achmad, saya pun meminta maaf, "Innalillahiwa inna ilaihi rojii'un, mohon maaf Pak sebelumnya", Pak Achmad pun membalas "Tidak apa-apa Dek, Bapak sendirian sekarang di rumah, Bapak jadi pengemudi taksi biar cari kegiatan biar tidak bosan di rumah sendirian, anak-anak kan sudah berkeluarga dan terpisah-pisah sekarang."

Mencoba membangkitkan kembali semangat Pak Achmad saya pun mengganti topik pembicaraan, "Pak Achmad cucunya sudah berapa? Keluarga masih sering mengunjungi tapi kan pak ?" Beliau pun menjawab "kalau cucu sudah berapa ya 5 atau 6 tapi kalau ketemu keluarga saya jarang paling telepon saja, itupun kalau anak saya ada perlu.

 Saya paling semangat kalau ketemu teman-teman lama, kalau mengobrol dengan mereka sepertinya semangat lagi, tapi ya itu banyak dari mereka yang sudah meninggal dan banyak juga yang saya tidak tahu keberadaannya sekarang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun