Mohon tunggu...
Adrian Susanto
Adrian Susanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - aku menulis, aku ada

pekerjaan swasta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Upaya Pencitraan di Balik Wacana Hukuman Mati Koruptor

11 Desember 2019   12:46 Diperbarui: 11 Desember 2019   16:09 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Para pengamat menilai bahwa pemerintah tidak serius menangani kasus korupsi, yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat. Belum lagi soal UU revisi KPK, Jokowi malah memberi grasi kepada koruptor. Hal ini semakin memperparah posisi Jokowi dalam masalah korupsi di Indonesia.

Dapatlah dikatakan bahwa pamor Jokowi dalam penanganan kasus korupsi terjun bebas. Untuk mengangkat pamornya inilah maka Jokowi mewacanakan kembali hukuman mati bagi pelaku tindak korupsi.

Mungkin dengan ini masyarakat akan berpikir bahwa Jokowi serius menangani masalah korupsi. Benarkah demikian? Maaf, ini jelas-jelas hanya pencitraan. Pewacanaan hukuman mati bagi koruptor hanyalah upaya pencitraan Jokowi.

Jika benar Jokowi hendak serius menangani masalah korupsi di Indonesia, selain mengeluarkan perpu KPK, Jokowi juga bisa mewacanakan three in one law. Setiap pelaku korupsi yang sudah divonis bersalah oleh hakim, wajib dikenakan tiga sanksi bersamaan. Ketiga sanksi itu adalah:

  • Pidana penjara minimal 75 tahun dan maksimal 150 tahun. Terpidana tetap mendapatkan hak-haknya seperti remisi, grasi dan bebas bersyarat dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya remisi diberikan tak boleh lebih dari 2 bulan, dan bebas bersyarat diberikan bila sudah menjalani setengah dari masa hukuman. Akan tetapi, selama di penjara mereka tidak diperkenankan mendapat fasilitas mewah.
  • Penyitaan dan ganti rugi. Yang dimaksud dengan penyitaan adalah mengambil hasil korupsi. Jadi, seberapa besar nilai korupsinya, sebesar itu juga yang harus disita. Sedangkan ganti rugi merupakan tindakan hukuman atas korupsi yang dilakukan. Nilai ganti rugi harus dibuat besar. Misalnya 10 kali lipat. Jadi, jika seseorang melakukan korupsi sebesar 10 miliyar, maka, selain diadakan penyitaan sebesar 10 miliyar, juga dikenakan ganti rugi sebesar 10 kali lipat, sehingga menjadi 100 miliyar.
  • Kerja sosial. Dengan mengenakan pakaian khusus yang mencolok, para koruptor diwajibkan untuk kerja sosial. Mereka juga bisa diminta untuk kerja sosial lainnya yang berguna bagi kepentingan bersama. Misalnya, membersihkan got/selokan, membersihkan pasar atau bantaran kali, mengadakan penghijauan lahan, dan kegiatan sosial lainnya.

Dengan tiga jenis hukuman dalam kesatuan ini tentulah akan muncul efek jera, baik bagi koruptor maupun bagi orang yang hendak melakukan korupsi. Dan justru hukuman ini membuat citra Jokowi sebagai presiden yang serius memberantas korupsi akan terlihat jelas.

Memang wacana ini akan terbentur di DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang. Akan tetapi, jika Jokowi mewacanakan tiga hukuman ini, maka posisinya dalam pemberantasan korupsi akan jelas, sama seperti jika Jokowi mengeluarkan perpu KPK.

Dabo Singkep, 11 Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun