Mohon tunggu...
Adrian Susanto
Adrian Susanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - aku menulis, aku ada

pekerjaan swasta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Upaya Pencitraan di Balik Wacana Hukuman Mati Koruptor

11 Desember 2019   12:46 Diperbarui: 11 Desember 2019   16:09 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57 Jakarta, Senin (09/12/2019), Presiden Jokowi menyebut bahwa hukuman mati bagi para pelaku tindak korupsi dapat dijatuhi hukuman mati.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR. "Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," ujar Jokowi.

Apakah pernyataan Presiden Joko Widodo ini merupakan angin segar bagi pemberantasan korupsi atau hanya sekedar pencitraan?

Mewacanakan hukuman mati saja sudah menjadi problematik. Bukan tidak mungkin ada banyak argumen pro dan kontra terhadap hukuman mati, bahkan terhadap kejahatan apa pun.  Pegiat hak asasi manusia tentu akan menolak.

Gereja Kristen sendiri, baik katolik maupun protestan, dengan terang menolak hukuman mati (lebih lanjut dapat dibaca di sini). Kami sendiri sudah pernah membuat tulisan terkait hukuman mati bagi para koruptor ini (baca: Hukuman Mati = Efek Jera; Menyoal Hukuman Mati; dan Logika Sesat Hukuman Mati).

Kenapa ada kesan tiba-tiba Jokowi menyuarakan kembali soal hukuman mati bagi pelaku korupsi? Jelas ini hanyalah pencitraan.

Dengan mengangkat soal hukuman mati bagi para koruptor, seolah-olah Jokowi peduli pada masalah korupsi; seolah-olah Jokowi ingin memberantas korupsi; seolah-olah Jokowi melihat korupsi sebagai kejahatan serius, dan seolah-olah lainnya. Semuanya hendak menegaskan pencitraan Jokowi. Benarkah demikian?

Masih segar dalam benak kita aksi demo mahasiswa menentang beberapa rancangan undang-undang bahkan termasuk undang-undang revisi KPK, yang menelan banyak korban jiwa.

Salah satu tuntutan para pendemo adalah agar Presiden mengeluarkan perpu KPK, yang menarik UU revisi KPK yang telah disahkan dan memilih ulang pengurus KPK. Dasar penolakan mahasiswa dan elemen masyarakat atas UU revisi KPK adalah pelemahan KPK.

Menanggapi aksi dan tuntutan ini, Presiden Jokowi kukuh dengan pendiriannya: tidak mengeluarkan perpu KPK dan bahwa UU revisi KPK menguatkan KPK. Artinya, Jokowi memang sedang dalam usaha untuk menguatkan KPK dalam memberantas kejahatan korupsi. Jokowi seakan-akan peduli pada KPK, dan hendak memberantas korupsi.

Akan tetapi, justru dengan tidak mengeluarkan perpu KPK terlihat jelas kalau Jokowi tidak peduli pada masalah korupsi. Alih-alih ingin membasmi kejahatan korupsi, Jokowi seakan-akan melanggengkan tindak korupsi. Karena itu, banyak kritikan dialamatkan ke pemerintahan Jokowi terkait masalah korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun