Mohon tunggu...
Adrian Susanto
Adrian Susanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - aku menulis, aku ada

pekerjaan swasta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kereta Api Argo Parahyangan

24 Juni 2019   10:50 Diperbarui: 24 Juni 2019   11:28 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pak Suharyo menunjukkan berita yang baru dia baca. "Protes Hasil Pemilihan Kades Berujung Rusuh". Dia menceritakan kembali berita yang dia baca itu. Tentang calon kepala desa yang kalah dalam pemilihan, lalu para pendukungnya protes dan melakukan kerusuhan. Ada korban jiwa. Tim sukses calon kades kalah menuding telah terjadi kecurangan terstruktur, sistematis dan masiv. Mereka juga menolak hasil pengumuman panitia pemilihan yang memenangkan calon kades lawan, karena tidak sesuai dengan hasil perhitungan tim mereka.

"Nafsu akan kekuasaan dapat membuat orang buta akan kelemahan dan kekurangan dirinya sendiri. Dia hanya dapat melihat orang lain. Dan itu hanya soal hal-hal negatif: kecurangan, kebohongan, kelemahan, kekurangan dan pelanggaran demi pelanggaran."

"Kerusuhan biasa terjadi karena orang memaksakan kehendaknya, yang berawal dari sikap tak mau menerima kekalahan."

Sementara pak Suharyo terus berkomentar, aku mengambil koran itu dan membaca berita yang sedang kami bahas. Aku menilai bahwa kerusuhan tersebut mengibaratkan adanya benturan dua kebenaran. Masing-masing tim sukses mengutarakan kebenaran versinya dan menganggap lawannya salah.

"Wah, sekilas ada dua kebenaran. Dan kebenaran-kebenaran itu saling berbenturan sehingga menimbulkan jatuhnya korban."

"Tidak bisa ada dua kebenaran. Harus ada satu kebenaran dan satu kebohongan." Pak Suharyo menimpali. "Mereka yang mengaku dirinya benar dan orang lain bohong, bisa saja dia itu pecundang atau pembohong."

Aku mendengar suara kereta mulai sedikit melemah. Laju kereta pun melambat. Aku mencoba melihat dari jendela, ternyata kereta sudah sampai di stasiun Cimahi.

"Antara pembohong dan pecundang itu bedanya tipis. Pembohong membangun kebenaran dari ilusi. Baginya ilusi itulah kebenarannya. Sedangkan pecundang membuat ilusi jadi indah sehingga orang lain tidak lagi melihat kebenaran tetapi keindahan."

"Itu mirip kata-kata Socrates," ujarku. "Ketika kalah dalam debat, fitnah menjadi alat bagi pecundang."

Pak Suharyo berdiri dari kursinya. Ia mengambil tas di bagasi atas dan menatap saya. "Kamu masih lanjut, ya?"

Aku hanya mengangguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun