Mohon tunggu...
Adrian Susanto
Adrian Susanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - aku menulis, aku ada

pekerjaan swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berita Bohong (Hoaks) Dipersoalkan, tapi...

29 Desember 2017   09:42 Diperbarui: 31 Desember 2017   14:02 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Permasalahan ujaran kebencian di media sosial dan juga berita bohong sangat begitu mewarnai perjalanan bangsa Indonesia di tahun 2017. Sudah beberapa orang menjalani proses hukum karena dua hal tersebut. Di sini kami tidak mau membahas soal ujaran kebencian, sekalipun topik ini masih menyisahkan persoalan lain (hal ini pernah kami bahas dalam "Ujaran Kebencian vs Ceramah Keagamaan" di Kompasiana, 07 Juli 2017).

Dalam tulisan ini kami hanya fokus melihat persoalan berita bohong (HOAX). Sama seperti ujaran kebencian, berita bohong di media sosial juga sering menimbulkan masalah di tengah masyarakat. Para pelakunya dapat ditindak atau diproses secara hukum. Pertanyaannya, haruskah pembuat dan penyebar berita bohong ditindak dengan hukum?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online, kata "bohong" memiliki arti (1) tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya; dusta, (2) bukan yang sebenarnya; palsu. Dengan kata lain, bohong adalah sesuatu yang tidak benar. Ada ketidak-sesuaian antara apa yang ditampilkan dengan maksud sebenarnya.

Ada banyak alasan kenapa orang membuat atau menyampaikan berita bohong. Di sini kami tidak akan membahasnya. Kami hanya fokus mempersoalkan kebohongan saja, yang di satu sisi dipersoalkan, tapi di sisi lain dibiarkan.

Kata "bohong" itu sangat dekat dengan kata "bodoh". Karena itu, dibohongi sama artinya dengan dibodohi. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang menerima berita bohong adalah orang bodoh. Orang pintar akan mengkritisi suatu informasi; jika ketahuan itu bohong dia akan menolak atau mengabaikannya. Berbeda dengan orang bodoh. Semua informasi yang masuk diterimanya saja tanpa ada penyaringan, karena dia menilai semua itu benar adanya.

Kalau dipikir-pikir sekilas, sebenarnya berita bohong bisa menjadi batu uji kecerdasan suatu masyarakat. Berita bohong mengajak masyarakat untuk berpikir kritis. Hal ini bisa dilakukan dengan metode check and re-check atau menganalisa berita dengan melihat sumber beritanya. Namun, jika kebanyakan masyarakat terprovokasi dengan berita bohong, maka kesimpulannya adalah masyarakatnya belum cerdas alias masih bodoh, karena mudah dibohongi.

Nah, jika memang berita bohong bisa menjadi sarana mencerdaskan, kenapa berita bohong dipermasalahkan? Ini menjadi satu persoalan. Mungkin ada yang berpikir bahwa berita bohong berdampak pada konflik horisontal. Tapi, jika memang demikian, yang perlu ditangani adalah konfliknya, bukan pembuat kebohongannya. Konflik yang terjadi karena berita bohong menyiratkan dua hal, yaitu orang bodoh dan orang yang memang suka kerusuhan. 

Orang bodoh dan orang yang suka rusuh itu sangat dekat kaitannya. Kitab Amsal menulis, "Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana bersabar." (Ams 14: 17), dan "Setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak." (Ams 20: 3). Jadi, menurut hemat kami, dua orang inilah yang harus ditangani.

Bisa juga dikatakan bahwa orang bodoh, dan yang juga pencinta kerusuhan, adalah orang-orang yang kurang beriman. Mereka tidak menghargai hikmat dan budi pekerti. Kitab Amsal menulis, "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." (Ams 1: 7). Karena itu, kerusuhan oleh orang bodoh yang terprovokasi berita bohong disebabkan oleh orang-orang yang tidak beriman, sekalipun mereka mempunyai agama.

Masih ada persoalan lain lagi terkait dengan berita bohong; dan inilah yang menjadi judul tulisan ini. Berita bohong sebenarnya bukan baru terjadi tahun 2017 saja. Kebohongan sudah terjadi tahun-tahun sebelumnya. Ada begitu banyak kebohongan di negeri kita ini. Bukankah banyak anggota dewan telah berbohong kepada masyarakat, karena janji kampanye tak pernah terealisasikan? Mungkinkah karena mereka mendapat gelar terhormat membuat kebohongan mereka pun menjadi terhormat?

Selain itu, bukankah iklan-iklan yang ada di televisi juga mengandung informasi bohong? Bayangkan, hanya dengan memakai salah satu produk sepatu, anak bisa jadi cerdas berprestasi. Banyak iklan susu balita yang menyajikan kepintaran anak yang menggunakan produknya. Ada iklan khusus cowok, yang kalau memakai produk tertentu akan disukai cewek-cewek. Dan masih banyak jenis iklan lainnya. Kebanyakan iklan menampilkan kebohongan, karena, sesuai dengan definisi kata "bohong", tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun