Mohon tunggu...
Farida Chandra
Farida Chandra Mohon Tunggu... -

praktisi, pemerhati hukum ketenagakerjaan budidaya ikan lele dan pisang kepok pelestari dan usaha batik tulis madura

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi Sutradara Hebat!

19 Februari 2015   23:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:52 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setidaknya setahun terakhir, saya seperti melihat film nasional. Seperti pekerja film, ada produser, sutradara dan aktor utama (superhero) serta beberapa pemeran pembantu.

Andai partai politik itu adalah sebuah rumah produksi (production house) maka pastinya ketua parpol-lah produsernya. Ia yang akan menunjuk seseorang sebagai sutradara jika ia sendiri dengan berbagai alasan tidak mau merangkap sebagai sutradara. Bukan sutradara yang menyodorkan diri sebagai sutradara. Ia pasti akan memilih para ‘pekerja partai’ yang dianggapnya layak sebagai sutradara dan siapa saja yang layak sebagai pemeran pembantu bahkan sekedar pemeran ‘intermezo’ yang bisa dan boleh ada tapi hanya untuk mengulur waktu tayang film.

Jokowi bukan produser. Bahkan ia sama sekali bukan pengurus partai. Sekedar kader atau ‘pekerja partai’ tapi sangat diharapkan untuk menjadikan production house ternama sebagai pengorbit produk film terlaris. Ia boleh merangkap jadi aktor utama (superhero) dan boleh memilih pemeran pembantu dengan kemampuan akting yang baik. Tentunya harus sepersetujuan sang produser, dong? Pasti sekalian juga dengan deal-deal tertentu, “orang gajian” atau “bagi hasil”. Di dunia ini tidak ada yang gratis. Sekalipun cuma numpang ke toilet juga harus bayar toh!

Sutradara tentu butuh feeling apakah ia ‘klik’ dengan para artis pemeran pembantu yang sudah dikenalnya luar-dalam atau mencari kandidat lain yang disarankan produser atau melalui saran orang-orang terdekatnya atau yang menyukai dirinya. Sutradara yang hebat harus berani menolak menolak usulan produser jika seseorang tidak cocok jadi pemeran dalam filmnya.

Sutradara yang hebat tahu saat memberikan intermezo dalam alur cerita film yag digarapnya agar tidak monoton. Selingan soal kancing jas, periksa gigi, atau soal proton dan pindah istana. Lalu kembali ke topik cerita film utamanya meski kadang timing-nya kurang pas, terlalu lama dan mungkin membosankan penonton tapi ditunggu-tunggu cerita berikutnya.

Sutradara yang hebat tahu akan ada ‘pekerja film’ yang umumnya sudah lama berkecimpung di dunianya merasa kecewa. Tiba-tiba dicabut subsidi BBM-lah, tiba-tiba melarang rapat di hotel-lah, tiba-tiba hidangan rapat ganti singkong dan ubi-lah! Zero alias ga dapet apa-apa, kacian ‘kan? Ga bisa bilang ‘aku ora opo-opo’ lho! Lalu, disinggunglah soal pribadi seperti kehidupan istri, anak, atau orang-orang dekatnya.

Ya…sutradara yang hebat tahu adanya ‘cost’ dalam mengubah suasana baru, kebiasaan baru, mengusik comfort zone memang menyebalkan tapi demi terselesaikannya sebuah film memang membutuhkan dana cukup banyak. Dana bisa didapat dari sukarelawan, artis pendukung tapi kadangkala juga harus tampil ‘berjualan sendiri’ seperti di APEC. Lumayanlah dapetnya, semoga bisa untuk bangun ‘industri film’ demi kesejahteraan rakyat seperti negara-negara lain yang film-filmnya sering kita tonton di bioskop, TV kabel hingga CD bajakan.

Ada banyak hal yang mungkin mengecewakan berbagai pihak. Tapi sutradara yang hebat tahu posisi. Ia tahu kelasnya berada. Ia tidak akan peduli jika suatu saat tidak lagi ditawari menggarap film oleh produser. Atau para pemeran pembantu tidak mau lagi mendukungnya. Ia akan menyelesaikan segala sesuatunya hingga tuntas dan tidak mendendam. Terpenting baginya, ia akan terus memproduksi film dengan segala kemampuannya. Tentu dengan aktor dan aktris pemain baru yang lebih berkualitas. Fokus untuk menjadikan filmnya terlaris (box office) dan layak ditonton oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai film bermutu, bisa jadi film dokumenter dan melegenda serta mendunia.

Sesempurnanya sutradara yang hebat yang merangkap superhero tetaplah punya kekurangan karena ia harus sabar dan senantiasa harus bertarung dengan waktu untuk menyadarkan penontonnya yang selalu penasaran bahwa film tersebut baru dibuat beberapa bulan lalu dan belum selesai happy ending.

“dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah…”

Sumber inspirasi :

http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/03/140314_jokowi_capres_pdiperjuangan

http://www.efekjokowi.com/pencapaian.html

http://nasional.kompas.com/read/2015/02/19/08355921/Jokowi.Tak.Pilih.Satu.Pun.dari.7.Nama.Rekomendasi.KPK.untuk.Pimpinan.Sementara

http://news.detik.com/read/2015/02/18/163437/2836939/10/pdip-puji-jokowi-soal-3-plt-pimpinan-kpk

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20141112170500-92-11092/pulang-dari-apec-jokowi-kantongi-us--274-m/

http://www.cnnindonesia.com/politik/20141027165707-32-8357/fraksi-pdi-perjuangan-kecewa-dengan-jokowi/

http://beritajokowidodo.blogspot.com/2015/02/pdi-p-kami-tetap-minta-jokowi-lantik.html

http://www.voaindonesia.com/content/presiden-jokowi-luncurkan-3-kartu-untuk-rakyat-miskin/2505763.html

http://www.pkspiyungan.org/2014/11/ternyata-jokowi-tak-sesederhana-seperti.html

http://www.arrahmah.com/news/2014/12/03/dengan-biaya-20-m-jokowi-dan-isteri-natalan-di-papua.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun