Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antara Mama dan Kisah 2 Guru yang "Menerbangkan" Saya

27 November 2020   00:26 Diperbarui: 28 November 2020   07:40 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Nasihat orang tua dan dorongan semangat dari guru di balik kalimat: 'Ibu percaya kamu bisa'

Guru saya yang dikisahkan di atas, bukanlah orang lokal. Tidak berambut keriting dan berkulit coklat sedikit hitam sama seperti saya. Dia mungkin sudah merantau jauh lintas propinsi lintas pulau, demi sebuah visi dan misi untuk menjadi pengajar.

Mengabdikan ilmu dan menginvestasikan hidup tuk melihat anak -anak didiknya bertumbuh dengan potensi yang dititipkan Sang Kuasa. Kepedulian yang berasal dari hati.Berakar dari kebhinekaan. Melintasi suku, agama dan ras. 

Kalimat penyemangat dari beliau membuat saya memutuskan tuk lanjut sesuai arahannya. Menginjak SMA,yang ada dalam kepala saya adalah bagaimana lulus dari SMA dapat beasiswa tuk bisa kuliah di universitas. Entah dari mana asal beasiswa itu. 

Saya juga ingin meringankan beban orang tua agar kelak bila mimpi itu terwujud,paling tidak ada tambahan sumber finansial lain tuk biaya pendidikan.

Apakah kebetulan, atau sudah jalannya, saat kelas 1 SMA, saya dipanggil lagi sama wali kelas. Ini adalah guru kedua yang berpengaruh dalam hidup saya,setelah guru di SMP dulu. 

Beliau juga bukan orang asli daerah. Seorang wanita Jawa dari Jogja,yang memutuskan jadi PNS Guru dan mengajar mata pelajaran Sejarah di sekolah. Suaminya seorang dosen.

"Kalo kamu bisa pertahankan nilai, Ibu percaya kamu bisa ketrima di universitas negeri di luar propinsi," demikian teringat perkataan beliau

Dalam hati, waktu itu, saya hanya berpikir, mengapa dua orang guru, yang sama -sama perempuan dan tak saling kenal, bisa mengatakan hal yang sama. 

Yang pasti perkataan mereka melecut semangat untuk menggenapi mimpi dan visi. Toh seandainya itu tergenapi, bisa megurangi beban finansial orang tua juga. Waktu itu mikirnya seperti itu..hehe. 

Seperti rangkaian yang menyambung. Saat di kelas 3 sebelum UAN, wali kelas memanggil saya ke ruangannya. Beliau menyampaikan bahwa nama saya diikutkan oleh pihak sekolah, sebagai calon mahasiswa penerima beasiswa ke luar propinsi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun