Saya pernah beberapa kali menangani pembiayaan multiguna kredit dana dengan agunan, antar cabang antar provinsi. Baik di perusahaan sendiri atau beda finance. Biasanya prosedur transaksi di awal seperti itu diawali dengan mengirim dokumen terlebih dahulu.
Namun yang membuat sedikit ragu adalah foto surat perjanjian antara pihak penyedia unit kendaraan bekas di Jakarta, dengan kantor pusat seperti mencatut nama orang nomor satu di internal perusahaan, yaitu dari nama lengkap direktur, beserta jabatan dan juga tanda tangan di atas meterai 6000.Â
Lazimnya Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan mitra kerja itu levelnya berjenjang. Di bawah jabatan itu ada bapak/ibu pimpinan divisi dan yang mengepalai departemen.Â
Lalu, di level wilayah, biasanya ada kepala regional beserta manajer, yang membawahi sejumlah kepala cabang di masing-masing kota dan kabupaten beserta sejumlah kepala bagian.Â
Hal yang membuat penasaran ialah Ini dealer sebesar apa, sampai PKS-nya harus ditanda tangani selevel direktur? Karena PKS dengan pihak ketiga di daerah saja levelnya hanya sampai pimpinan cabang atau separah-parahnya hingga kepala wilayah.Â
Untuk beberapa mitra kerja, seperti misalnya divisi mobil baru atau motor baru yang berhubungan dengan ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) mungkin masuk akal bila ada persetujuan direktur di PKS-nya. Tapi sangatlah jarang untuk show room kendaraan bekas, yang biasanya tersebar di seputaran kota.Â
Prosedural berjenjang seperti ini biasanya menjadi pengetahuan di level tertentu untuk membedakan kewenangan terkait. Untuk pengajuan kemitraan dengan skala yang lebih secara katagori tertentu, bahkan yang approve juga levelnya menyesuaikan.
Akhirnya, saya lalu meminta untuk mengirimkan ke WA saya agar di-cross check ke pusat. Hasil penelusuran, bahwa itu adalah sindikat penipuan dengan mencatut nama. Kemudian mantan nasabah saya itu diinfokan agar berhati-hati dengan modus kejahatan dengan pola sama.Â
Kisah Lain Dengan Modus Mirip Menimpa Salah Satu Rekan
Di tahun 2012, pernah juga hampir kejadian pada salah satu rekan. Di tahun segitu, kantor belum menggunakan vendor jasa pengawalan uang yang biasanya datang ditemani seorang anggota polisi bersenjata.Â
Mereka terima uang lalu dibawa dengan mobilnya untuk disetorkan ke bank tujuan. Kala itu, menjadi tugas salah seorang karyawan dengan jabatan tertentu.Â