Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Pakai APD Lengkap ke Swalayan, Social Distancing Antara Si Kaya dan Si Miskin

31 Maret 2020   16:11 Diperbarui: 2 April 2020   11:44 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:tribunjatimnews

Tak habis pikir. Info terkini perkembangan kasus Covid-19 yang terus bergerak naik, hampir berbanding lurus dengan info soal Alat Pelindung Diri (APD) yang juga cukup menarik perhatian.

Sejak awal Januari hingga hari ini, masyarakat sebagai pendengar dan pembaca, disuguhi sajian isu paling populer, yaitu soal Corona. Judulnya sama, tema dan "liriknya" tak sama. Selalu berubah. Seiring kasus dan dampaknya hingga soal APD. 

Berdinamika memang. Di tanggal belasan dalam bulan ini, viral testimoni tiga warga Depok yang sebelumnya positif lalu sembuh. Entah sembuh benar-benar sembuh, atau sembuh namun masih dalam perawatan, hanya mereka bertiga dan tim medis yang tahu.

Kita yang bukan warga Depok, bukan tetangga, tak juga kenal secara dekat, apalagi beda provinsi beda pulau, tak kan pernah tahu perkembangan selanjutnya. 

Saya juga jujur, turut ikut bahagia saat itu, mendengar kesaksian si ibu dan kedua anak perempuannya. Malah mengunggahnya di akun media sosial dan membagikannya di beberapa grup WA.

Di tanggal -tanggal segitu, belum ada kabar terbaru perihal korban yang sembuh. Jadi betapa viralnya kesaksian mereka. Sedikit memupus rasa takut sebagian warga terhadap virus ini. 

Namun beberapa hari seusai viral, jumlah korban tak juga mereda. Malah berlipat. Bergerak ke wilayah-wilayah di luar domisili korban.

Ada terbesit rasa bersalah meneruskan sesuatu yang imbasnya tak maksimal. Ternyata di negeri ini, kabar baik perlu diuji. Seberapa besar dan seberapa lama hasilnya di masyarakat. Dan waktu yang akan mengujinya. 

Corona tak dapat diprediksi. Entah rumus apa mau dipakai. Deret ukurkah atau deret hitung, yang pasti berderet-deret. Makanya memasuki bulan keempat deretan angkanya naik terus.

Malah kebanyakan analisis statistik dan prediksi para pakar baik dari Universitas A, Universitas B atau universitas apalah-apalah, membingungkan masyarakat. Ngerasain ngga ya. 

Kadang miris. Sebagai seorang yang bersyukur bisa kuliah hingga sarjana dan bekerja di perusahaan formal, ada rasa iba manakala ditanyakan seorang ibu penjual jagung bakar di tengah kota. Ia tak tamat SMP, berusia jelang 60 tahun, yang sehari-harinya berkutat dengan arang bakar, kulit jagung, kipas-kipas dan menanti pembeli datang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun