Minggu lalu datang seorang Ibu muda ke kantor. Dari meja saya di sudut kanan ruang depan, saya melirik wanita yang mengenakan jilbab warna hijau itu sedang berbicara dengan petugas security yang membuka pintu.Menenteng tas kecil berwana putih dengan raut wajah menampakkan kegelisahan.Sedikit tidak tenang.
Gesture tubuhnya seakan --akan dia ingin segera mengadu. Namun oleh abang satpam disilahkan untuk duduk sebentar di ruang tunggu karena antrian nasabah di meja CS (Customer Service) sedang ramai.
First come first serve. Sesuai urutan, nasabah yang datang duluan sesuai nomor antrian itu yang dilayani terlebih dahulu. Untuk cabang kecil seperti kami di Sumbawa, teman yang menjabat sebagai CS memang hanya satu orang.
"Ibunya kenapa ?" Â tanya saya pada abang security
"Mau nanyakan kontrak Pak"jawabnya
"Kontrak apa? " saya bertanya ulang.
"Kurang ngerti, bos. Soalnya saya tanya ngga dijawab tapi langsung duduk di sana,"jawab security.
Waktu menunjukkan pukul 11.00 Wita.Lagi satu jam layanan akan ditutup pada pukul dua belas untuk istirahat siang. Diruang tunggu masih ada beberapa nasabah termasuk si ibu tadi. Beliau melihat ke meja saya. Mungkin berharap bisa dilayani oleh saya sehingga tidak menunggu lebih lama.
Divisi saya melayani pembiayaan dana kepada nasabah prioritas sehingga meja saya berada di depan, di samping meja CS. Siang itu tidak ada nasabah di meja saya. Hanya beberapa map pengajuan yang biasanya saya periksa kembali persyaratannya dan memverifikasinya di sistem. Saya lalu meminta security  untuk menyuruh ibu itu datang ke meja saya.
"Siang Ibu. Bagaimana, apa yang bisa di bantu?" sapa saya saat ibu itu  duduk di depan meja
"Gini Pak, kontrak saya," Â jawabnya