Mohon tunggu...
Adly Rosyad Fudhulul Ulwani
Adly Rosyad Fudhulul Ulwani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Undergraduate Student of Japanese Studies at Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Wanita di Jepang dan Indonesia Mengelola Rumah Tangga

20 Desember 2022   23:28 Diperbarui: 20 Desember 2022   23:28 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jepang dalam hal kesetaraan gender, Jepang menempati peringkat 121 yang mengecewakan dari 153 negara yang disurvei oleh Forum Ekonomi Dunia. Indeks tersebut merupakan pukulan telak yang dapat dianggap berbahaya bagi negara Jepang. Bagaimana tidak, tidak ada negara maju lain yang peringkatnya lebih rendah dari Jepang dalam hal kesetaraan gender.

Maraknya kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan adalah dua contoh dari banyak isu terkait gender yang menghubungkan Jepang dan Indonesia. Ini adalah sesuatu yang bisa terjadi di rumah atau di lingkungan sekitar. Aborsi diperbolehkan di Jepang tetapi tidak di Indonesia, dan itu hanya salah satu perbedaan yang halus antara kedua negara. Meskipun pendidikan seks ada di mana-mana dan bahkan diamanatkan di Jepang untuk mereka yang sudah cukup umur, membicarakannya tetap tabu di Indonesia. Kehamilan di luar nikah, istri yang tunduk, pelecehan seksual di depan umum, dan peran gender negatif lainnya hanyalah beberapa contoh dari banyak masalah yang mengganggu wanita di seluruh dunia. Berikut ini, saya akan membahas perbedaan gender dalam kehidupan sehari-hari di Jepang dan Indonesia.

  • Koseki dan Kartu Keluarga

Sama halnya dengan Kartu Keluarga yang digunakan di Indonesia, koseki digunakan untuk mendokumentasikan hubungan keluarga di Jepang. Tujuan utamanya, mengirimkan resume dan lamaran ke pemberi kerja, juga konsisten. Dengan koseki ini, anak yang lahir di luar nikah diperlakukan berbeda dengan anak yang lahir di dalam batas-batas hukum. Akibatnya, anak yang lahir di luar perkawinan hanya akan disebut sebagai "anak" daripada "anak pertama" atau "anak kedua", yang merusak harga diri mereka. Aborsi tersebar luas di kalangan ibu-ibu Jepang yang mengkhawatirkan kesuksesan hidup anak-anak mereka di masa depan. Sebaliknya, Kartu Keluarga Indonesia hanya memverifikasi keanggotaan keluarga dan tidak mencantumkan informasi tentang anak mana pun.

Masalah ini bukan hanya tentang kedudukan sosial; itu juga mengancam hak generasi mendatang untuk dalm mewarisi properti. Di Jepang, anak yang lahir di luar nikah memiliki hak waris yang sangat, hal ini juga diberikan atas orang tuanya. Hal ini diarenakan sistem pencatatan keluarga yang pada dasarnya merupakan hukuman bagi ibu dan anak. Hal ini mencontohkan kekuatan aparatur untuk melanggengkan cita-cita keluarga konvensional dengan mengorbankan perempuan. Selain itu, kesulitan keuangan memberikan tantangan yang signifikan bagi wanita yang sudah menikah. Jika terjadi perceraian, koseki akan mencerminkan status anak sebagai "anak yang orang tuanya bercerai". Karena dampak jangka panjangnya terhadap kemampuan wanita untuk maju secara profesional, banyak istri Jepang memilih untuk tetap bersama daripada bercerai. Perceraian tidak pernah baik untuk anak-anak, tapi di Indonesia sedikit lebih baik daripada di Jepang karena tidak ada perlindungan hukum untuk anak-anak seperti di koseki.

Banyak wanita melakukan aborsi karena penyebab yang disebutkan di atas. Jepang melegalkan aborsi ketika perang dunia 2 usai. Pada tahun 2000, tingkat aborsi tahunan diperkirakan oleh Departemen Kesehatan sekitar 34.000. Di Jepang, perusahaan asuransi tidak akan membayar aborsi. Karena kesulitan ekonomi, proses aborsi di Jepang telah disederhanakan di bawah Undang-Undang Perlindungan Egenetika.

  • Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia dan Jepang

•Kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan adalah hal biasa di Jepang, seperti halnya kekerasan terhadap perempuan di ruang publik seperti di kereta bawah tanah. Seperti negara lain, Indonesia memiliki tingkat kekerasan dalam rumah tangga yang tinggi terhadap perempuan (82%, atau 16.615).

•Perkawinan Jepang tidak hanya diatur untuk alasan romantis, tetapi juga memiliki tujuan sosial dan budaya lainnya. Selain itu, pihak ketiga yang disebut nakodo mengatur pernikahan di Jepang. Perjodohan adalah hal biasa di Indonesia, tetapi tidak ada perantara yang terlibat.

•Cedera pada wajah, tubuh, tangan, patah tulang, dan gendang telinga pecah sering terjadi pada wanita rumah tangga. Wanita yang menderita luka bakar luas tidak jarang. Lokasi cedera yang paling umum mirip dengan yang ditemukan di Indonesia: wajah, pipi, dan mata (56%), kepala (21%), lengan (17%), dan alat kelamin (18%). Trauma genital akibat pelecehan seksual, termasuk melepuh, berdarah, dan pecahnya selaput dara. Artikel dari (Kompas, 22 April 2006)

  • Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun