Akhirnya setelah ratusan purnama, tarik ulur, maju mundur, diumumkan juga nama bakal calon presiden yang akan mendampingi petahana dan Prabowo Subianto di pertarungan pilpres  2019. Jokowi menjatuhkan pilihannya pada K. H. Ma'ruf Amin sebagai pendampingnya.
Tidak sedikit yang kecewa atas deklarasi di Kartanegara. Prabowo secara mengejutkan menggandeng Sandiaga Uno sebagai pendampingnya. Prabowo tidak memilih Agus Harimurti Yudhoyono yang diusung oleh Demokrat, Zulkifli Hasan yang diusung oleh PAN, juga tidak memilih Salim Segaf Al Jufri dan Ustad Abdul Somad yang direkomendasikan Ijtima Ulama. Ini tentu akan mempengaruhi elektabilitas kubu oposisi mengangkat isu keumatan dengan tagline #2019gantipresiden.
Wasekjen Demokrat, Andi Arief melalui cuitannya di twitter mengatakan Prabowo sebagai jenderal kardus, beliau juga mengendus adanya pemberian mahar oleh Sandiaga Uno sebesar 500 M untuk memuluskan langkahnya mendampingi Prabowo atau yang kerap disebut politik dagang sapi.
Jika kita lihat dari sudut pandang Sosiologi maka dapat kita tilik dari teori pertukaran sosial.
Rumus pertukara sosial
Sikap = Fungsi (Kepentingan)
Inilah politik, tak ada namanya kepentingan umum, yang ada kepentingan bersama. Mari kita lihat plus minus nama-nama yang sebelumnya digadang-gadang mendampingi Prabowo.
Agus Harimurti Yudhoyono
Pada pileg 2014 dulu, Demokrat mampu meraup 12,7 juta suara pemilih. Ini jelas menjadi modal utama AHY, namun dari sisi logistik kemungkinan AHY kurang memilikinya. Ditambah alotnya perundingan antara Gerindra dan Demokrat.
Segaf Al Jufri
Ada tiga faktor yang membuat Segaf cukup potensial, pertama dilihat dari latar belakang kedaerahan, kedua faktor usia, ketiga dari latar belakang agama. Asal daerah seseorang mampu memberikan suara, hal ini dapat kita lihat dari Jusuf Kalla. Namun kendala logistik kembali menjadi penghalang untuk mendampingi Prabowo.