Mohon tunggu...
Aditya Hehanussa
Aditya Hehanussa Mohon Tunggu... Jurnalis - Selebihnya tentangmu | WA:081248908542

Cintai cinta untuk menjadi cita-cita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Orang Miskin

22 Juni 2021   09:51 Diperbarui: 22 Juni 2021   10:36 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku terbangun dari mimpi yang sempat membuatku senyum simpul pada dinding gubuk tua. Saat terbangun, aku melihat ke sekeliling gubuk yang tidak sama dengan bunga tidur itu. "kenapa hanya mimpi?" ucapku sambil melihat ke luar jendela. Di luar sana ada banyak orang yang mempunyai mimpi serupa denganku, bahkan lebih gila. Ingin sekali aku membuat mimpi itu menjadi tunjangan pada hidupku, namum rasanya sangat tidak mungkin untuk mencapainya. Aku merasa tuhan sangat salah menyusun scenario tentang hidup yang berdampingan, orang kaya sangat berambisi untuk makin kaya, sedangkan yang miskin makin sengsara. 

Sudah hampir dua jam lebih aku menghabiskan waktu hanya karena memikirkan tentang mimpi, sampai aku lupa untuk mengerjakan tugas yang diberikan dosen. Sepertinya sudah menjadi tradisi, aku biarkan pikiranku terbang bebas layaknya burung merpati, agar bisa mencapai apa yang menjadi keinginanku. Terdengar suara gadu anak-anak sambil berlarian, suara ayam berkokok menunjukan keperkasaannya. 

***

Hari mulai siang, aku hendak ke kampus dan di tengah perjalan terlihat seorang pengemis sedang duduk sambil meminta, "dek, saya belim makan dari pagi," pinta lelaki paruh baya dengan wajah penuh harap. Aku meraba saku celana, kuberikan sepuluh ribu untuknya. Melihat pengemis itu, aku urungkan niat untuk melanjutkan perjalanan dan memilih untuk duduk disampingnya, 

"Pak, kenapa bapak tidak mencari kerja saja?" tanyaku 

"Ini aku sedang bekerja!" jawab lelaki tua dengan wajah murung. Mendengar jawaban dari pengemis itu, aku terpaku sejenak lalu bertanya lagi, "Memangnya bapak akan menjadi kaya raya dengan cara ini?" mendengar pertanyaan itu, pengemis terdiam, "maksud aku, kenapa bapak tidak mencari pekerjana yang lain saja?" lanjutku mencairkan suasana, "aku pernah bermimpi dengan cara ini, aku bisa menjadi kaya," jawaban si pengemis, sekali lagi membuatku tak mampu berkata-kata karena aku teringat denga salah satu cerpen karya Raihanan Sabathani (Mimpi dan Takdir) ia berkata Mimpi bagi sebagian orang adalah bunga tidur yang tidak perlu dirisaukan dan diabaikan saja. Namun, tidak bagiku, justru itu jadi hal yang aneh dan tidak biasa. Bagaimana tidak? Sedari kecil aku harus dihadapi oleh kenyataan bahwa mimpi-mimpiku menjadi nyata dalam kehidupan.

Kalau memang ia akan menjadi kaya dengan cara mengemis seperti apa yang ia temukan pada mimpinya, bagai mana dengan aku yang mendadak kaya raya dengan berdiam diri di rumah tanpa berkerja. Sama halnya yang aku alami dalam mimpi. Sudahlah, aku tahu semua itu tidak akan pernah terjadi pada hidupku. Aku pun melanjutkan perjalanan ke kampus, matahari pun terliahat begitu kaya, dengan pancaran sinar yang begitu panas, aku berhenti sebentar di sebuah kios untuk membeli minum sebentar kemudin melanjutkan perjalan kembali. 

Kali ini aku temukan anak kecil yang seharusnya berada di sekolah bukannya berkeliaran di jalan seperti ini. Anak itu bertegkar dengan panasnya terik matahari dan kehausan, ia memegang setumpuk koran sambil menyodorkannya kepada para pengendara mobil dan motor yang sedang berhimpitan di bawah lampu merah, keringat bercucuran dari ubun-ubun anak itu begitu jelas terlihat. "Dek," teriakku dari kejauhan sambil menggayumgkan tangan, "mau beli koran ya kak?" tanya anak berumur tuju tahun itu,

"tidak dek, kaka hanya mau memberikan ini," ku sodorkan sebotol air kepadanya dan disambut dengan penuh girang olehnya. 

Lagi-lagi rasa penasaranku muncul, kenapa anak sekecil ini tidak sekolah.

"kamu tidak pergi sekolah, atau sudah pulang?" tanyaku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun