Mohon tunggu...
Aditya Perdana Putra
Aditya Perdana Putra Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer di Pahamify

Seorang content writer di sebuah perusahaan di bidag Edukasi Teknologi dan pemerhati pendidikan, terutama pendidikan SMA.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pseudosains dan Gimana Cara Menyaring Informasi yang Benar

10 Agustus 2020   00:59 Diperbarui: 10 Agustus 2020   00:55 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini media massa dan media sosial di Indonesia sedang ramai dengan pemberitaan mengenai Anji (musisi, mantan vokalis band Drive) dan Hadi Pranoto. Ramainya pemberitaan ini bermula dari pernyataan Hadi Pranoto yang mengaku sudah menemukan cairan antibodi yang dapat menyembuhkan penyakit COVID-19, di salah satu video yang diunggah Anji di kanal Youtube miliknya. 

Pernyataan Hadi Pranoto dalam video tersebut langsung viral dan mendapat respon dari banyak pihak, terutama dari para dokter dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), karena dianggap menyesatkan dan berbahaya. Bahkan Youtube pun menurunkan video unggahan Anji tersebut dua hari setelah video tersebut tayang di kanal Youtube milik Anji, karena dianggap melanggar kebijakan platform tersebut.

Nah, kira-kira Pahamifren tau gak, nih, kenapa pernyataan Hadi Pranoto tersebut dianggap menyesatkan dan berbahaya oleh IDI dan Youtube, terutama di masa pandemi COVID-19 ini? Ini karena pernyataan Hadi Pranoto dalam video Anji tersebut berkaitan dengan metode medis yang tidak berdasar dan belum terbukti kebenarannya, alias mengandung pseudosains. Pseudosains? Apa itu pseudosains?

Jadi, pseudosains adalah serangkaian pernyataan, praktik, atau kepercayaan yang diklaim bersifat ilmiah dan faktual, tetapi pada kenyataannya tidak sesuai dengan metode ilmiah. Oleh karena itu pseudosains sering juga disebut sebagai ilmu semu atau palsu. 

Pseudosains seringkali disampaikan dengan cara-cara yang terdengar atau kelihatan ilmiah, dengan didukung bukti berupa buku, grafik, atau literatur-literatur lainnya, tapi sebenarnya semu bukti tersebut sama sekali tidak mengikuti metode ilmiah, Pahamifren. Semua bukti yang terdengar atau kelihatan ilmiah tersebut sengaja digunakan dalam pseudosains untuk menarik perhatian masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat percaya dengan serangkaian pernyataan atau klaim yang digaungkan oleh orang-orang yang mempromosikan pseudosains. 

Makanya kamu mungkin pernah dengar mengenai terapi urin, terapi Su Jok, refleksiologi, aromaterapi, akupuntur, atau berbagai metode penyembuhan alternatif yang menggunakan objek seperti gelang, kalung, cincin, atau batu yang diklaim dapat mengobati berbagai macam penyakit, dari sakit punggung sampai kanker. Atau mungkin kamu juga pernah dengar mengenai Ponari, yang sering disebut sebagai bocah ajaib, yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan batu bertuahnya yang dicemplungkan ke air lalu diminum para pasiennya? 

Nah, semua metode penyembuhan alternatif tersebut termasuk pseudosains karena tidak ada data dan penelitian yang ketat, sesuai dengan metode ilmiah, yang membuktikan kalau semua metode penyembuhan tersebut benar-benar dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti yang diklaim semua metode penyembuhan tersebut.

Tapi, kan, banyak orang yang bertestimoni kalau berbagai metode penyembuhan alternatif di atas memberikan manfaat kesehatan yang nyata? Mungkin itu yang saat ini terlintas di otak kamu. Namun, pada kenyataannya, kondisi seseorang bisa berangsur membaik dari beberapa rasa sakit yang dideritanya juga dipengaruhi pola hidup dan pola makan saat seseorang tersebut menjalani pengobatan. Misalnya, saat menjalani pengobatan, orang tersebut jadi lebih menjaga pola makannya, meminum vitamin, dan jadi lebih rajin olahraga dari sebelumnya, sehingga membantu proses penyembuhan orang tersebut.

Selain itu, dalam sains ada yang disebut dengan efek plasebo atau penggunaan obat palsu yang dimanfaatkan untuk memberi efek sugesti pada pasien. Efek plasebo ini berkaitan dengan kekuatan pikiran atau gagasan dalam otak kita, yang dapat merangsang penyembuhan melalui keyakinan dalam diri kita kalau terapi yang sedang kita jalani benar-benar dapat menyembuhkan penyakit yang kita derita. Bahkan sekalipun kita sadar kalau terapi yang sedang kita jalani bukanlah pengobatan yang menyembuhkan sumber penyakit kita yang sebenarnya, efek plasebo merangsang otak kita untuk berpikir kalau tubuh kita sedang dalam proses penyembuhan.  

Namun, tetap saja para peneliti mengingatkan kalau efek plasebo ini hanya dapat mengurangi rasa nyeri, mengurangi kecemasan, mengurangi insomnia karena stres, tetapi tidak dapat menyelesaikan sumber penyakit yang kita derita. Semua terapi alternatif yang kita jalani hanya membuat kita merasa sehat untuk sementara waktu karena tidak ada bukti nyata semua terapi tersebut mengobati penyakit yang sebenarnya kita derita. Oleh karena itulah pseudosains yang berkaitan dengan kesehatan bisa berakibat fatal karena dapat mencegah orang yang sedang menderita penyakit serius mencari dan menerima penanganan medis yang tepat. 

Nah, sekarang kamu paham kan kenapa IDI dan Youtube sampai menganggap pernyataan Hadi Pranoto menyesatkan dan berbahaya di masa pandemi COVID-19 ini? Ya karena pernyataan Hadi Pranoto tersebut dapat membuat banyak masyarakat Indonesia abai pada protokol kesehatan yang harus dipatuhi selama pandemi berlangsung, sehingga dapat meningkatkan jumlah pasien yang terinfeksi dan meninggal karena virus korona di negara kita. Sementara obat cairan antibodi COVID-19 Hadi Pranoto sendiri belum terbukti benar dan belum terbukti secara klinis dapat mengobati pasien yang terjangkit virus corona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun