Mohon tunggu...
Adithia Ramadhan
Adithia Ramadhan Mohon Tunggu... Seniman - An Extra Ordinary Heart

Sebuah Keanehan yang ter-normal-kan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ibu, Ganja, dan Harapan

26 Desember 2020   18:47 Diperbarui: 27 Desember 2020   23:12 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: images.theconversation.com

Nampaknya sudah sangat bosan mendengar celotehan media, bahkan orang-orang terdekat kita ketika berbicara mengenai Ganja yang selalu saja disalahkan mulai dari akar hingga ke bunganya. Bahkan sekelas pemerintah pun yang dinilai masyarakat di dalamnya  terdapat manusia yang intelektual, kaya dengan ilmu, tetap saja menutup mata akan persoalan ini. 

Data riset dari berbagai negara yang sudah melegalkan ganja tersebar dengan pesat di media sosial tetapi dan tetapi, tetap tidak ada langkah lebih lanjut dari pemerintah untuk menyikapi ini. Padahal, ada banyak sekali masyarakat Indonesia yang membutuhkan sumbangan kesehatan dari tanaman ganja ini.

Sumber: Instagram @LGN_ID
Sumber: Instagram @LGN_ID
"Ganja itu ngebuat kamu rusak.", dan yang paling familiar adalah "Ganja itu haram, tidak ada manfaatnya sama sekali."

Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja untuk keperluan medis serta penelitian. Tidak mau tertinggal, Malaysia sudah melakukan riset ilmiah bahkan sudah mengeluarkan produk esktrak ganja untuk medis. Sedangkan Indonesia masih dengan pendirian teguhnya kalau ganja tidak bisa dimanfatkan sama sekali.

Ada yang menarik di tahun 2020 ini selain hebohnya berita Covid-19, polemik UU Cipta Kerja, serta "pembenaran fakta" tewasnya anggota FPI antara 2 pihak di KM 50. Dari sekian banyaknya berita yang bisa dibilang itu-itu saja, tersempil sebuah kabar, berasal dari 3 orang ibu yang mempunyai anak yang mengidap Cerebral Palsy (Lumpuh Otak). Bermacam-macam jalur medis sudah mereka tempuh dan tetap saja tidak ada obat yang efektif untuk mengobati anaknya. Jika terus mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter taruhannya adalah anak mereka akan ketergantungan dengan obat tersebut dan ginjal akan menjadi rusak.

Ibu Nofie dan buah hatinya Keynan, Ibu Dwi dan Musa, serta Ibu Santi dan Pika. Ketiga ibu itu memutuskan untuk menguji pasal 6 ayat (1) huruf a dan pasal 8 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap pasal 28C ayat (1) dan pasal 28H (1) UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Semua kisah ini berawal ketika Ibu Dwi membawa anaknya terapi ke Australia pada tahun 2016 silam dengan tujuan mengobati kejang yang dialami Musa. Ternyata semangat dari ibu Dwi menular kepada Ibu Nofie dan Ibu Santi. Dengan digandeng oleh LGN, ICJR, IJRS, Yakeba, EJA, akhirnya Sidang terlaksana pada Rabu, 16 Desember 2020. 

"Saya berharap supaya permohonan ini diterima, supaya anak saya bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang maksimal untuk kesehatan dan perkembangannya. Saya ingin anak-anak Indonesia bisa menerima manfaat dari permohonan ini."

Kata itu sebagai penutup sidang perdana di MK, dengan harapan penuh pemerintah bisa melihat apa yang ketiga ibu ini butuhkan untuk kesembuhan anaknya. Ini baru tiga, Bagaimana dengan yang lainnya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun