Mohon tunggu...
Adista Pattisahusiwa
Adista Pattisahusiwa Mohon Tunggu... Editor

Wartawan dest politik (Nusantara II DPR RI Parlemen Senayan 2014-NOW) (Polda Metro, Since 2016) Nyong Ambon Saparua Maluku | ALLAH SWT is my Lord. (Alumni Kerusuhan Ambon 1999)

Selanjutnya

Tutup

Trip

Setenil, Kota yang Dibungkus Pelukan Batu Menantang Logika

13 Juni 2025   18:29 Diperbarui: 13 Juni 2025   18:29 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setenil De Las Bodegas. Ist

Di sudut terpencil provinsi Cadiz, Spanyol, tersembunyi sebuah kota, yang seolah menertawakan hukum gravitasi dan arsitektur konvensional.

Setenil de las Bodegas, tempat di mana rumah-rumah, toko bahkan kafe tidak hanya berdiri di atas tanah, tetapi menyatu bersemayam dengan batu raksasa yang menggantung di atas kepala.

Seolah-olah alam dan manusia telah menandatangani perjanjian kuno untuk hidup berdampingan dalam harmoni yang nyaris tak masuk akal.

Tebing-tebing megah yang menggantung di atas jalan-jalan sempit, seperti pedang Damocles yang membeku, menciptakan pemandangan begitu dramatis hingga membuat setiap pengunjung terpana, seolah melangkah ke dunia dongeng yang ditulis oleh tangan alam sendiri.

Setenil bukan sekadar kota, tapi merupakan pernyataan berani bahwa manusia mampu menaklukkan batasan alam tanpa menghancurkannya.

Jalan-jalan seperti Calle Cuevas del Sol dan Calle Cuevas de la Sombra adalah bukti nyata dari keberanian ini. Di sini, atap-atap rumah bukanlah genting atau beton, melainkan batu karst raksasa yang telah berdiri selama ribuan tahun.

Setenil panggung teater alam yang brutal namun memukau, setiap sudut jalan adalah adegan dramatis.

Rumah-rumah yang atapnya batu seberat ribuan ton, gua-gua alami yang jadi dinding toko, dan jalanan yang seolah menjerit, "Berani masuk? Buktikan!" yang membuatmu tak bisa berkedip saking terpesonanya.

Bayangkan nyeruput kopi di teras rumah sambil menatap langit-langit batu di atas kepala, atau berjalan di lorong sempit di mana sinar matahari hanya mampu menyelinap melalui celah-celah tebing.

Ada sesuatu yang primal, hampir mistis, dalam cara Setenil memeluk batunya, seolah kota ini menolak untuk tunduk pada modernitas yang seragam, memilih untuk tetap setia pada identitasnya yang liar dan tak terjinakkan.

Namun, keajaiban Setenil tidak hanya terletak pada arsitekturnya yang menantang logika. Kota ini adalah puisi hidup yang merayakan perpaduan antara sejarah, budaya, dan ketahanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun