Mohon tunggu...
Adis Setiawan
Adis Setiawan Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa | Penulis Lepas

Ikatlah Ilmu Dengan Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Turun Tanah

9 Juni 2019   22:03 Diperbarui: 9 Juni 2019   22:20 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tedak Sinten adalah tradisi warisan leluhur Jawa yang biasa disebut dengan Tradisi Turun Tanah yaitu untuk bayi yang baru berumur tujuh bulan atau delapan bulan pertama kali diturunkan ke tanah diracik sedemikian rupa dengan macam macam ritual syarat dan aturan seperti leluhur Jawa yang sudah turun temurun, Walapun menurut saya sebenarnya bukan pertama kali banget bayi turun ke Tanah atau lantai karena zaman sekarang sudah ada kasur lantai ada karpet bayi sudah bisa ditidurkan atau mainan dibawah lantai bukan begitu.

Ketika lebaran saya yang merantau di kota metropolitan pulang kampung membawa 2 anak dan istri kebetulan anak saya yang ke dua baru berumur 7 bulan, Karena orang tua saya penganut paham Jawa pedalaman anak saya disarankan untuk ritual turun tanah, Mau bagaimanapun karena keinginan orang tua yang sudah di laksanakan saja.. bid'aaahh

Dari pagi orang tua saya sudah membuat sesaji yang isinya beras yang warna kuning diberi pewarna ada telur dan ada kelapa, Tidak kalah lagi namanya Tradisi yang bersifat syukuran tersebut pasti ada makanan yang harus dibagi bagikan ke para tetangga.

Ibu saya membuat bubur candil yaitu bubur yang ada bulat bulatnya sebesar kelereng bubur ini memang biasanya di Jawa pedalaman buat tanda kalau ada orang slametan syukuran dan dibagi bagikan, Dan juga membuat nasi Megono seperti nasi di campur dengan sayuran urap juga dibagi bagikan.

Isi ritual turun tanah yang dipakai orang tua saya sederhana tidak semua ritual kami lakukan, Hanya menyiapkan sesaji, Terus peralatan (yang dianggap mengandung filosofi) , Bikin makanan bubur dan nasi megono itu saja, Jadi sesaji yang isinya ada telur, beras kuning dan kelapa tersebut ditata bersama peralatan yang memiliki filosofi menurut leluhur jawa.

Beberapa peralatan yang kami pakai ada pensil, Pulpen, buku, Telur, Make Up, Kaca, Uang kita laksanakan sederhana karena tidak paham betul dengan tradisi turun tanah ini, Jadi setelah peralatan yang ditata anak saya yang baru umur tujuh bulan ditaruh di depan peralatan yang sudah ditata, Nanti bayi tersebut akan mengambil barang tertentu dari semua yang sudah di tata berjejer dengan sesaji,  misalkan ambil uang nanti besar di arahakan dan diyakini bahwa akan banyak uangnya, Ambil pulpen nanti besar akan menjadi penulis yang berhubungan dengan akademik.

Ternyata anak saya mengambil buku yang diyakini akan menjadi pelajar yang pandai karena suka membaca buku walapun ini di anggap bid'aah kami menyikapi perbedaan dengan bergembira, Jadi setelah anak saya ambil buku banyak beberapa tafsir tafsiran dan dibuat guyon hehe, Jadi kita yang melihat saling bertanya dulu kamu ambil apa saat kecil ada yang ambil pulpen, Ada yang ambil Uang dll, Sedangkan mengambil telur akan di tafsirkan Nilainya Nol karena bulat seperti telur haha.

Sedangkan dulu saat tradisi turun tanah untuk saya yang masih bayi 7 bulan kata ibu saya mengambil pulpen pantesan saya sekarang suka menulis wuasemmm tradisi bid'ah ini membuat pengarahan terhadap hidup saya dan ada saudara kami yang sukanya bolosan sekolah ditafsirkan kalau dulu dia ambil telur jadi dianggap bodoh nilainya Nol bulat kaya telur.

Untuk anak saya yang pertama keluarga kami tidak melakukan tradisi turun tanah karena beda kebudayaan dan lingkungan hidup bukan berarti anak saya dan orang lain yang tidak menjalakan tradisi turun tanah terus si anak tidak punya arah hidup seperti peralatan ( yang mengandung filosofi) yang di ambil pertama pada saat ritual turun tanah begitu rojer, itu hanya tradisi soal keyakinan urusan dirimu dengan Tuhan

WaAlahu Alam Bishowab

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun