Mohon tunggu...
Cerpen

Pahitnya Empedu dan Manisnya Madu

19 April 2018   00:30 Diperbarui: 19 April 2018   00:36 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pahitnya Empedu dan Manisnya Madu sebuah Perjuangan"

Artikel ini saya dedikasikan untuk sahabatku yang biasa saya sebut DKI. Muncul dari berbagai sudut pandang mengapa saya definisikan kalimat DKI. Dari tiga huruf ini adalah bentuk kiasan sosok legendaris tokoh perfilman tanah air DONO, KASINO, INDRO

Mempelajari Segala sesuatu terkadang itu mudah dan terkadang membutuhkan proses yang lama, rumit dan bisa digolongkan sulit. Hanya yang mengetahui dan menghayati perjalanan dinamika yang terjadi itulah yang bisa mampu mengartikan.

Sejak 2008, saya mengenal dan istilah DKI. Jika sekarang 2018, berarti sudah 10 tahunan nama DKI tertanam dalam pikiran saya. Menjadi lebih bijak di pemahaman memang lebih sulit daripada sekedar mengetahui alur di permukaan, sebab butuh kecermatan menjadi pandai berenang di kedalaman.

Lebih-lebih sifat dasar manusia yang cenderung memberi penilaian atas dasar segala yang tampak, tapi tidak berupaya keras bergulat memahami sisi dalam.

Padahal di balik yang tampak dan cenderung penuh tipuan, terdapat jati diri yang utuh penuh kesempurnaan. Mungkin kita harus lebih banyak belajar menjadi faham, daripada menghabiskan banyak waktu berdiskusi di hampar terluar.

Waktu yang sudah dihabiskan tidak akan pernah bisa diulang, Ketika manusia tumbuh dewasa. sejatinya lebih banyak aspek dalam yang mengalami peningkatan terus-terusan, sebab aspek fisik tidak pernah bisa diandalkan, ia akan habis seiring jatah hidup yang diberikan.

Tumbuh kembang dan pesatnya  arus informasi yang saya dapat dan dinamika yang terjadi saya coba untuk meresum dengan sebuah kiasan rasa saya pernah belajar dimereka secara langsung ataupun tidak langsung. Semoga menjadikan hal yang disajikan dalam dinamika perjalanan DKI akan bisa lebih baik dan saya berdoa semoga akan kembali utuh tanpa ada sekat-sekat pembalasan tafsiran.

Nampak sekali memperlihatkan kegalauan yang terjadi sebagai kader-kader awal yang berkelompok dan belum tumbuh menjadi sosok kader-kader yang mandiri secara semangat persatuan.

Kekisruhan peran, kegaduhan antar nurani yang merasa ditinggal, dan membangun kelompok mengelompokkan antar sesama sahabat, di saksikan dengan pikiran telanjang oleh sahabat yang paham akan perjalanan yang saya kiaskan dengan istilah DKI.

Mencoba saya menggandeng, berkomunikasi dan merangkul ke sahabat yang saya sebut dengan istilah kiasan DKI, "apa kapasitas saya, soal bathiniyah mungkin tatanannya akan lebih sulit untuk di aplikasikan".

Bersambung..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun