Mohon tunggu...
Adi Prabowo
Adi Prabowo Mohon Tunggu... Petani - Calon kepala desa

Ig: adipbw_

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sektor Industri dan Informal Kota Dipandang Menjamin Kesejahteraan di Masa Depan, Indonesia Krisis Regenerasi Petani

12 Maret 2021   10:04 Diperbarui: 12 Maret 2021   10:17 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang kawan pernah bilang,

"Kalo kamu jelek , kamu harus kaya, kalo tidak kaya kamu harus lucu, kalo tidak lucu  kamu harus pandai, kalo tidak pandai kamu harus bisa jadi pahlawan,"

Saya malah menjadi petani. Duhh!!

Lucy bella early, Youtuber asal inggris yang sering membagikan konten pelajaran bahasa inggris dengan penghasilan 5 juta dolar AS, boleh jadi dia adalah gadis terkaya di kotanya. Perempuan 27 tahun itu bisa saja melilih pria berprofesi  apapun yang dia mau. Tetapi ia malah memilih seorang petani sebagai suaminya.

Di inggris, (jauh amatt!) tingkat ratio gini yang tak senjang menjadikan profesi hanya sekedar peran, sehingga tak menjdikan gap pendapatan yang membuat profesi petani berstrata rendah. Sayangnya di indonesia tak terjadi hal demikaian. Ketika melinial dan generasi setelahnya memilih mejadi youtuber dari pada menjadi petani sebagai pahlawan kemandirian pangan.

Penyangga Tatanan Negara Indonesia atau (PETANI) yang makin kesini makin memprihatinkan kenyataannyaBagaimana tidak, profesi ini dipandang sebagai profesi kelas menengah kebawah, lirik lagu Umar Haen begitu relevan dengan keadaan yang ada menggambarkan keadaan kampung yang mulai di tinggalkan.

"Pemuda desa asing dengan sawahnya
Si bapa lupa ajarkan mereka terlalu pasrah pada sekolah
//

Bertahan di desa dianggap penganggur
Tak mungkin mempesona calon mertua"

Keadaan ini yang mambuat pemuda desa harus meninggalkan kampung halaman dari pada mbludreg, mending merantau saja! bekerja di luar kota. Ini kenyataan yang saat ini terjadi, dan diatas segalanya mereka menjalani hidup untuk membayar cicilan. Entah itu cicilan rumah, mobil, atau motor. 

Di kampung saya pun dari puluhan bahkan ratusan petak sawah yang setiap KK memiliki lahan lebih dari dua petak, namun tak lebih dari 5 pemuda di tiap dusun yang  bertani selebihnya adalah lansia berumur lebih dari 50 tahun. Lalu bagaimana dengan negara agraris ini jika petani tak di sertai regenerasinya?

Ini juga karena stigma orang tua yang gengsi jika anaknya kuliah tapi hanya meneruskan pekerjaan bapanya sebagai petani.
Bagaimana dengan masa depan lahan-lahan yang terhampar luas itu, kalau tak ada penerusnya?
Kekawatiran inilah yang mendukung saya untuk mulai belajar bertani. Aprasiasi terhadap profesi petani dari orang tua dan lingkungan sangat minim sekali.
ini sangat nyata saya rasakan meskipun saya tinggal di kampung yang notabene penduduknya berprofesi sebagai petani, jika anak muda menjadi petani selalu dianggap pengangguran atau anak cupu karena tak bisa beranjak dari pekerjaan orangtuanya. Ada banyak pekerjaan lebih bagus yang bisa untuk saya coba dengan gaji UMR dan berpenampilan lebih necis dari pada menjadi petani yang dekil, kucel, bau lumpur demi menggaet hati si mertua atau si kembang desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun