Mohon tunggu...
Adinda Fara
Adinda Fara Mohon Tunggu... Mahasiswa - amateur writer

not a writer but here i am

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Twitter Sebagai Wadah Self-Disclosure

14 Juni 2021   12:00 Diperbarui: 14 Juni 2021   12:12 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Twitter merupakan media sosial yang  menggabungkan elemen situs jejaring sosial dan blog, tetapi unsur-unsur didalamnya jelas berbeda. Misalnya dalam Twitter, profil pengguna terhubung melalui jaringan yang diartikulasikan, para pengguna dapat mengikuti profil pengguna lainnya melalui sebuah postingan atau ‘tweet’ yang di unggah oleh pengguna lainnya. Walaupun demikian, pengguna lainnya tidak berkewajiban untuk merespon hal tersebut.  Para pengguna Twitter biasanya memiliki strategi yang berbeda-beda untuk memutuskan siapa saja yang harus mereka ikuti. Bahkan ada beberapa dari mereka yang  mengikuti ribuan pengguna lainnya, sementara akun Twitter mereka sangat sedikit diikuti oleh pengguna lainnya. Hal ini dikarenakan beberapa dari mereka hanya mengikuti yang mereka kenal secara pribadi, sementara yang lain mengikuti selebriti dan orang asing yang mereka anggap menarik. Meski para pengguna dapat masuk ke halaman Twitter secara langsung melalui website, para pengguna juga bisa masuk ke halaman Twitter mereka masing-masing dengan menggunakan ponsel gengam. 

Twitter cukup popular dikalangan masyarakat khususnya remaja, dikarenakan terdapat berbagai macam manfaat yang dihasilkan ketika  menggunakan Twitter.  Meski beberapa peneliti mencirikan Twitter sebagai media informasional dan bukan sebagai jaringan sosial. Mengenai hal tersebut, pengguna beralih ke Twitter untuk berbagai tujuan sosial yang didokumentasikan untuk media sosial lainnya dimana dampaknya bermanfaat untuk menyelidiki caranya orientasi interpersonal pengguna dalam bentuk keterampilan komunikasi berdasarkan tujuan spesifik yang mereka kejar di platform sosial yang tumbuh paling cepat ini. Dapat ditarikan sebuah kesimpulan jika Twitter sangat berpengaruh jika diintegrasikan ke dalam pengalaman komunikasi sehari-hari bagi penggunanya. Ketika menggunakan Twitter, para pengguna biasanya memuaskan keinginan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain khususnya bagi mereka yang memiliki kesulitan bersosialisasi dikehidupan nyata.

Maka tak heran jika para pengguna Twitter lebih memiliki banyak teman di Twitter ketimbang di kehidupan nyata mereka. Orang-orang dengan saling ketergantungan diri yang lebih kuat, ditandai dengan perhatian yang lebih besar terkait hubungan antara satu sama lain dan juga lingkungan mereka. Inilah yang dirasakan para pengguna Twitter ketika mempunyai motivasi sosial yang lebih kuat sebagai pengguna dan berhasil menjadikan aktifitas ini menjadi sebuah kebutuhan sehari-hari mereka. Anonimitas dan kontrol yang lebih besar atas presentasi diri pada mereka yang memiliki kekhawatiran komunikasi yang lebih tinggi dan kecemasan sosial, dianggap membuat komunikasi menjadi lebih mudah, lebih aman, dan lebih menarik dari interaksi tatap muka. Dampak-dampak dari penggunaan Twitter inilah yang berhasil membuat para penggunanya menjadi lebih bersedia untuk mengungkapkan jati diri mereka kepada teman online mereka. Sebagian besar pengguna Twitter memilih untuk melakukannya mengungkapkan identitas mereka dan membagikan sejumlah besar informasi pribadi di ruang publik ini. 

Hal tersebut tentunya merupakan hal yang wajar bagi para pengguna Twitter, maupun di kalangan pengguna media sosial lainnya. Pengguna bisa menuliskan sebuah status mengenai apapun dengan bebas terkait apa yang mereka pikirkan dan mereka lakukan melalui Twitter. Istilah lain dari kegiatan tersebut yaitu membuat ‘Tweet’, hal ini juga menuai banyak perspektif dari para pengguna untuk menjadikan ajang bagi mereka untuk mengekspresikan siapa diri mereka sebenarnya. Para pengguna secara terang-terangan dapat membuka identitas maupun kepribadian mereka yang sesungguhnya yang dapat dilihat dan dikomentari oleh para pengguna lainnya kapan saja. Maka dari itu, hal ini dapat menjadikan Twitter sebagai wadah memudahkan para penggunanya dalam melakukan pengungkapan diri bagi mereka masing-masing. Dari interaksi yang berjalan terus menerus inilah tercipta suatu kenyamaan bagi para pengguna dalam menggunakan media sosial Twitter ini, kenyaman ini pun bisa berdampak positif maupun negatif bagi mereka, seperti terbentuknya Self-Disclosure atau pengungkapan diri.

Dalam media sosial, Self-Disclosure terbentuk atas pertimbangan bagaimana seseorang menampilkan diri mereka di platform media sosial dengan berbagi informasi secara pribadi. Secara umum, ada minat yang luas terkait cara seseorang mengirimkan informasi melalui jejaring sosial. Self-Disclosure atau Pengungkapan diri didefinisikan sebagai menyajikan informasi pribadi tentang diri kepada individu lain dan dipandang sebagai prasyarat untuk pengembangan hubungan interpersonal. Pada tingkat individu, Self-Disclosure  berkontribusi untuk mengekspresikan diri, mengembangkan identitas seseorang dan pengembangan persahabatan. Self-Disclosure berbicara mengenai luas, kedalaman, dan durasi pengungkapan yang dapat memengaruhi kedekatan dan level menyukai antara mitra dalam suatu hubungan. Lebih tepatnya, hubungan antara mengungkapkan dan menyukai digambarkan sebagai lengkung yang menunjukkan Self-Disclosure itu dianggap positif selama tidak terlalu intens, atau terlalu sensitif dalam hubungan yang dangkal. Selain mengarah ke penghargaan ekstrinsik dalam kehidupan sosial, telah ditunjukkan bahwa Self-Disclosure juga secara intrinsik bermanfaat. Terutama, bagi para pengguna media sosial Twitter yang dalam konteks online memiliki lebih banyak waktu dalam membentuk Self-Disclosure mereka untuk membuat kesan yang berhati-hati . Tidak seperti dalam konteks bertatap muka, Self-Disclosure dalam media sosial Twitter tidak dapat disesuaikan dengan target tertentu yang mungkin membuat hal tersebut lebih umum atau disesuaikan dengan arus utama masing-masing.

Bermula dari kebiasaan mereka yang terus menerus memposting tweet, disitulah Self-Disclosure mulai terbentuk. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kerap kali mereka mencurahkan suasana hati dalam sebuah utasan tweet tersebut, baik mengenai peristiwa sedih ataupun senang. Maka tak heran jika banyak yang bilang kalau sebuah tweet yang kita posting, konteksnya hampir sama ketika kita sedang menulis di buku diary. Bedanya, diary disini dapat dibaca dan ditanggapi oleh para pengguna lainnya, dan sengaja dibuat bagi si pengguna untuk memuaskan dirinya atau membuat diri sendiri terlihat menarik dimata pengguna lainnya walaupun para pengguna tidak sepenuhnya menampilkan identitas asli mereka. Kegiatan seperti ini juga dapat membawa dampak positif bagi orang-orang yang susah mengekspresikan diri mereka dengan terang-terangan secara tatap muka. 

Percaya diri dan menjadi diri sendiri dalam bersosialisasi tidaklah mudah. Sesekali kita membutuhkan topeng sebagai senjata disaat genting. Walupun begitu, ada kalanya kita tidak bisa menahan emosi dalam mengungkapkan jati diri kita. Wadah penunjang sangat dibutuhkan seperti halnya sosial media, dan kebebasan pun bisa diraih disana. Tetapi ingatlah, sebaik-baiknya dunia maya, kehidupan kita selalu berporos kepada kenyataan. Jadi, jangan pernah menyerah untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun