Mohon tunggu...
Adinda
Adinda Mohon Tunggu... Lainnya - Bersama Pendidikan Masyarakat

Pasti Bisa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berhenti Simpati terhadap Anak-anak Badut Mampang

11 Januari 2021   16:09 Diperbarui: 11 Januari 2021   21:35 2158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tema: Masalah Sosial, Anak-anak Badut Mampang

by. Adinda Yulfina Nasution

                                                                                                                                 

Anak-anak pengamen badut boneka mampang kerap sekali ditemukan di jalan-jalan kota Medan. Hal ini tentu saja mengkhawatirkan, semenjak wabah Covid-19 anak-anak menjadikan profesi ini sebagai pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan. Dikutip dari www.Siberindo.co anak-anak tersebut mengaku bahwa mereka ingin mencari kesibukan yang menghasilkan selagi masih belajar daring. Fenomena anak badut mampang tidak terhenti sampai di jalan-jalan kota saja. Bahkan telah memasuki gang-gang dan rumah padat penduduk. Mereka membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-7 anak. Dalam sehari dapat ditemukan 3 kelompok anak yang berbeda-beda, mereka membawa speaker musik yang digantungkan dileher, serta dua orang yang menggunakan kostum badut mampang dan sisanya mengutip uang dari masyarakat.

Lalu apa alasan mereka dapat berkembang semakin banyak? Tentu saja sikap masyarakat yang welcome atas kehadiran mereka, awalnya mungkin kita menganggap bahwa badut tersebut merupakan hiburan atau sekedar simpatik terhadap nasib mereka, sehingga kita tidak merasa keberatan untuk memberikan Rp2.000 kepada anak-anak tersebut. Namun, kebiasaan tersebut adalah salah. Saya katakan dengan tegas, bahwa dengan memberikan sejumlah uang kepada anak-anak tersebut secara tidak sadar kita membiasakan anak untuk berpikir instan. Bahwa mencari uang sangatlah mudah, hingga mereka lalai dan melupakan kewajibannya untuk belajar.

Alasan lainnya anda harus berhenti simpati kepada mereka adalah orang tua anak tersebut terkadang sengaja mempekerjakan anaknya sebagai pengamen badut boneka mampang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang seyogianya itu adalah tanggung jawab orang tua. Anak-anak dipaksa bekerja hingga tidak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan lingkungan yang layak. Padahal anak berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi perkembangannya Sesuai dengan hak-hak anak yang diatur dalam UU RI No. 23 Tahun 2002 Pasal 4. "Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Anak-anak tersebut berhak mendapatkan pengalaman belajar yang lebih layak dibandingkan pengalaman menjadi badut boneka mampang.


Membiarkan mereka berkeliaran juga berarti membuka peluang semakin terpuruknya generasi bangsa, seharusnya pengentasan terhadap pengamen jalanan seperti badut mampang, manusia silver atau apapun jenisnya yang melibatkan anak sebagai pekerja dapat dientaskan sekurang-kurangnya dengan dapat dilakukan melalui pendekatan personal.

Dengan berhenti memberikan sejumlah uang kepada mereka, tidak menjadikan diri kita sebagai orang yang kikir. Justru tindakan tersebut adalah usaha untuk menghentikan perkembangbiakan anak-anak yang bekerja sebagai badut mampang demi masa depan mereka.

Anak-anak pengamen badut boneka mampang kerap sekali ditemukan di jalan-jalan kota Medan. Hal ini tentu saja mengkhawatirkan, semenjak wabah Covid-19 anak-anak menjadikan profesi ini sebagai pe kerjaan untuk mendapatkan penghasilan. Dikutip dari ww.Siberindo.co anak-anak tersebut mengaku bahwa mereka ingin mencari kesibukan yang menghasilkan selagi masih belajar daring. Fenomena anak badut mampang tidak terhenti sampai di jalan-jalan kota saja. Bahkan telah memasuki gang-gang dan rumah padat penduduk. Mereka membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-7 anak. Dalam sehari dapat ditemukan 3 kelompok anak yang berbeda-beda, mereka membawa speaker musik yang digantungkan dileher, serta dua orang yang menggunakan kostum badut mampang dan sisanya mengutip uang dari masyarakat.

Lalu apa alasan mereka dapat berkembang semakin banyak? Tentu saja sikap masyarakat yang welcome atas kehadiran mereka, awalnya mungkin kita menganggap bahwa badut tersebut merupakan hiburan atau sekedar simpatik terhadap nasib mereka, sehingga kita tidak merasa keberatan untuk memberikan Rp2.000 kepada anak-anak tersebut. Namun, kebiasaan tersebut adalah salah. Saya katakan dengan tegas, bahwa dengan memberikan sejumlah uang kepada anak-anak tersebut secara tidak sadar kita membiasakan anak untuk berpikir instan. Bahwa mencari uang sangatlah mudah, hingga mereka lalai dan melupakan kewajibannya untuk belajar.

Alasan lainnya anda harus berhenti simpati kepada mereka adalah orang tua anak tersebut terkadang sengaja mempekerjakan anaknya sebagai pengamen badut boneka mampang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang seyogianya itu adalah tanggung jawab orang tua. Anak-anak dipaksa bekerja hingga tidak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan lingkungan yang layak. Padahal anak berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi perkembangannya Sesuai dengan hak-hak anak yang diatur dalam UU RI No. 23 Tahun 2002 Pasal 4. "Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Anak-anak tersebut berhak mendapatkan pengalaman belajar yang lebih layak dibandingkan pengalaman menjadi badut boneka mampang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun