Mohon tunggu...
R Adin Fadzkurrahman S.IP
R Adin Fadzkurrahman S.IP Mohon Tunggu... Ilmuwan - Kendal, Jawa Tengah

Seyogyanya saja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi Mengenai Cara Pandang Kita tentang Negara dan Bangsa Setelah Pilpres 2019

8 Mei 2019   00:27 Diperbarui: 8 Mei 2019   01:36 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

April merupakan bulan istimewa bagi masyarakat di Indonesia sebab bulan ini merupakan bulan dimana diselenggarakannya pesta demokrasi untuk memilih DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan Presiden dan Wakil Presiden RI yang di selenggarakan serentak pada 17 April 2019.

Akan tetapi yang menjadi topik utama publik, bukanlah DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten melainkan Presiden dan Wakil Presiden RI dan seakan menghilangkan bias daripada pemilihan legistatif. Ada hal yang perlu  menjadi perhatian dan refleksi bersama mengenai kontestasi PILPRES yang telah usai dan tinggal menunggu waktu pengumuman siapakah pemenang diantara kedua pasangan calon, apakah Ir. Joko Widodo-KH. Ma'ruf Amin ataukah Prabowo Subianto- Sandiaga Uno.

Terlepas dari itu semua, mungkin tulisan ini tidak begitu penting untuk dibaca karena hanya ungkapan dari bocah ingusan kemarin sore yang sok pintar untuk menggurui khalayak umum yang memiliki pegetahuan jauh diatas penulis.

Berbicara mengenai kontestasi pilpres kemarin tentu ada hal yang menjadi sorotan khususnya mengenai para pendukung kedua belah pihak yang masing-masing saling beradu argumen mengenai adanya salah input data, temuan-temuan kecurangan dan sebagainya yang tidak diimbangi dengan sikap dewasa sebagai masyarakat sipil (civil society) yang beradab paham akan nilai dan norma.

Sikap kedewasaan ini idealnya ditunjukkan dengan cara-cara elegan sesuai dengan etika sebagai negarawan dan masyarakat sipil yang beradab dengan jalur konstitusional bukan dengan cara-cara mengadu argumen di media-media massa yang hanya membentuk opini publik semata atas nama pembenaran masing-masing kubu dan melupakan hakikat daripada sistem yang kita gunakan dan hakikat daripada negara.

Nah berbicara mengenai negara mungkin banyak paradigma didalamnya termasuk berbagai pendapat ahli yang salah satunya adalah Roger H. Soltau ia mendefinisikan bahwa Negara adalah agen (agency) atau kewenangan  (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community).

Dari pendapat diatas kita dapat menemukan gambaran dan menjernihkan mengenai negara yang pada dasarnya bermuara pada kebersamaan dalam penyelesaian persoalan-persoalan kenegaraan termasuk berbagai permasalahan setelah pilpres itu  usai (musyawarah) dimana sebenarnya kepentingan (kelompok, individual, dan sebagainya) berada dibawah daripada kepentingan bersama yang menjadi inti serta tujuan daripada  masyarakat bernegara.

Mari kita kembali lagi menengok mengenai kejadian berdirinya negara ini kembali, bukankah negara ini lahir melalui keputusan bersama melalui jalur kebersamaan (musyawarah)? Hal ini tentu dengan berbagai kekayaan bangsa yang beragam sehingga perlu adanya penyatuan yang berpayung pada suatu ideologi yang juga dirumuskan bersama yakni Pancasila yang dirasa mampu memayungi segenap keragaman yang ada yang sekaligus menjadi falsafah, dasar, pandangan hidup bangsa yang tidak dapat di tawar ataupun diubah (final).

Sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, pancasila juga sudah seyogyanya menjadi pandangan politik bangsa, dimana ketika politik  pandangan bahwa politik adalah cara untuk mencapai, mengaplikasikan dan menerapkan kekuasaan berdasarkan kekuasaannya maka yang harus dijadikan sebuah dasar adalah berpolitik menggunakan etika dalam berpolitik baik untuk mencapai kekuasaan ataupun menerapkan berbagai kebijakan nantinya meminjam pendapat Suseno yang dikutip oleh Prof. Dr. Kaelan dalam bukunya Pendidikan Pancasila beliau berpendapat bahwa "Etika berpolitik secara substantif  memang tidak dapat dipisahkan dengan subjek perilaku etika manusia. Oleh karena itu etika politik berkait dengan bidang pembahasan moral.

Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban  manusia sebagai manusia, walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia.

Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun