Mohon tunggu...
Adil Fajar
Adil Fajar Mohon Tunggu... Lainnya - -

Analis Kebijakan - Secretariat General National Energy Council

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Akselerasi Pembangunan Kilang Minyak, Penguat Geopolitik Sektor Energi

12 Oktober 2020   22:25 Diperbarui: 12 Oktober 2020   22:41 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Peta Kilang Minyak di Indonesia (Sumber : Laptah Ditjen Migas 2019)

Geopolitik, menurut Frederich Ratzel, adalah suatu ilmu politik yang menjadi peletak dasar-dasar suprastruktur untuk kekuatan suatu negara dalam mewadahi pertumbuhannya. Menurut Peter Haggett Pengertian geopolitik ialah cabang ilmu geografi yang mengkaji mengenai aspek keruangan pemerintah, mencakup hubungan regional, atau hubungan internasional, yang ada di muka bumi. Sementara menurut Sunarso, Geopolitik merupakan ilmu penyelenggaraan negara dimana setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah- masalah geografi wilayah suatu bangsa.

Dari ketiga definisi tersebut dapat saya disimpulkan bahwa geopolitik merupanan suatu ilmu yang didalamnya memiliki variabel politik dan geografi untuk menyelenggarakan suatu negara dimana setiap aspek atau kebijakannya terkait dengan masalah geografi wilayah suatu bangsa.

Geopolitik sendiri menurut pandangan saya berarti memanfaatkan wilayah atau geografis untuk menentukan arah kebijakan negara ini kedepan dan sebagai konsep ketahanan nasional untuk mengatur pembatasan negara agar tidak terjadi konflik dengan negara disekitarnya.

Geostrategi, turunan dari geopolitik, adalah jenis kebijakan luar negeri yang dipandu oleh faktor geografi. Faktor-faktor ini melengkapi, menghambat, atau memengaruhi perencanaan politik dan militer. Layaknya semua strategi, geostrategi berusaha menyamakan cara dengan hasil[1][2][3][4][5]—dalam hal ini sumber daya suatu negara (terbatas atau tidak) dengan tujuan geopolitiknya (lokal, regional, atau global). Strategi berkaitan dengan geografi sebagaimana geografi berkaitan dengan kebangsaan. Colin S. Gray dan Geoffrey Sloan menyatakan bahwa "[geografi adalah] ibu dari strategi. Sementara itu geostrategi adalah perumusan strategi nasional yang memperhitungkan kondisi dan kostelasi geografi sebagai faktor utamanya.

Secara luas, geoekonomi (atau geo-ekonomi) adalah kajian aspek ruang, waktu, dan politik dalam ekonomi dan sumber daya. Geoekonomi sebagai cabang geopolitik pertama kali digagas oleh Edward Luttwak, ekonom dan konsultan Amerika Serikat, dan Pascal Lorot, ekonom dan ilmuwan politik Prancis. Ekonom Azerbaijan, Vusal Gasimli, mendefinisikan geoekonomi sebagai kajian interrelasi ekonomi, geografi, dan politik dalam "kerucut takhingga" yang naik dari pusat bumi sampai luar angkasa.

Bila dikolaborasikan dari sumber yang saya baca, konsep geopolitik bagi Indonesia ialah untuk mempertahankan Negara yang berperan penting dalam pembinaan kerjasama dan penyelesaian konflik antar negara, juga merupakan cara pandang dan sikap bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungan berwujud negara kepulauan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, untuk mencapai tujuan geopolitik Indonesia membutuhkan geostrategi dan geoekonomi yang relevan dengan kondisi geograsi Indonesia yang kepulauan.

Saya akan mencoba membahas dalam sektor energi khususnya pengolahan migas. Menurut pandangan saya apabila Pemerintah ingin meningkatkan geopolitik di kawasan Asia Tenggara-Pasifik, sudah semestinya Pemerintah mengakselerasi pembangunan infrastruktur pengolahan sumber energi, seperti kilang maupun smelter. Misalnya, dengan pembangunan insfrastruktur kilang minyak tentu akan meningkatan produksi produk migas dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor BBM nasional.

Meskipun Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas dan populasi terbanyak di Asia Tenggara, kapasitas kilang Indonesia hanya mencapai 1,15 juta bopd atau hanya menempati peringkat ketiga kapasitas kilang di Asia Tenggara, jauh dibawah negara tetangga kita Singapura yang memiliki kapasitas kilang mencapai 1,49 juta BOPD ataupun Thailand yang mencapai 1,27 juta BOPD. Dengan populasi kurang dari 6 juta jiwa, hal ini menunjukkan kekuatan geostrategi Singapura dimana dapat memanfaatkan kepemilikan pengolahan migas (kilang) tersebut sebagai keuntungannya.

Gambar 3. Impor BBM dari tahun 2015-2019 (diolah dari HEESI 2019)
Gambar 3. Impor BBM dari tahun 2015-2019 (diolah dari HEESI 2019)
Saat ini, Pemerintah telah menangkap signal bahaya ketergantungan impor tersebut dengan rencana pembangunan dan upgrading kilang yang tertuang dalam Refinary Development Master Plan (RDMP) oleh PT Pertamina, sehingga pada tahun 2026 nanti kapasitas kilang mencapai 1,8 juta barrel per hari.

Pemerintah menyebutkan bahwa pada tahun tersebut tidak akan mengimpor BBM lagi. Namun menurut pandangan saya, dengan kebutuhan akan migas yang akan meningkat setiap tahunnya maka kebutuhan akan minyak bumi perharinya juga akan meningkat lebih dari 1,8 juta barrel per hari, kecuali Pemerintah dapat menerapkan kebijakan penggunaan transportasi massal ataupun konversi kendaraan berbahan bakar minyak menjadi gas atau listrik.

Saat ini, Pemerintah telah menangkap signal bahaya ketergantungan impor tersebut dengan rencana pembangunan dan upgrading kilang yang tertuang dalam Refinary Development Master Plan (RDMP) oleh PT Pertamina, sehingga pada tahun 2026 nanti kapasitas kilang mencapai 1,8 juta barrel per hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun