Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kenapa Nabi Disebut 'Bodoh'

30 Desember 2013   05:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:21 1721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kalimat akhir sebuah artikel yang berisi kata "nabi bodoh, tidak pintar dst..." telah menyengat telinga beberapa pembacanya. Muncul komentar bernada protes dan tidak terima jika nabi yang merupakan junjungan umat itu dikatai demikian sehingga dirasa perlu penjelasan rinci dan klarifikasi dari penulis. Sementara penulis tetap tidak memberikan jawaban yang komprehensif dan bahkan kemungkinan dianggap menghindar hingga plintat-plintut oleh karena tidak langsung ke inti pertanyaan si pembaca.

Pembaca dan penulis memiliki alasan masing masing dalam konteks yang sebenarnya bukan inti dari artikel yang sedang diperbincangkan. Penulis melihat ada pembaca yang biasanya senang perdebatan jauh dari topik utama dan hanya membahas hal lain. Motivasi dan tujuannya untuk merusak kredibilitas para penulis karena mungkin tidak bisa memberikan bantahan pada isi artikel yang dipermasalahkan. Kita sering terpancing bahkan terjebak pada debat kusir oleh komentator yang seolah mengkritisi sebuah dasar analogi, argumentasi perbandingan atau sekedar percontohan dalam karya tulis.

Tetapi, analogi dan atau sebuah contoh yang tidak terhindarkan dalam karya tulis bisa menjadi hiburan tersendiri. Komentator yang tujuannya membuat penuh dengan kehalusan bahasa bisa dilayani dengan jawaban ala layang layang, tarik ulur, puter giling atau sejenisnya. Walaupun ego kita bisa terpancing dengan menunjukkan seolah kita tidak substantif, tetapi ego itu perlu ditekan agar komentator yang ngeyel tidak mendapatkan yang mereka inginkan.


======

Nabi Muhammad SAW juga orang bodoh, tidak pintar dan tidak bisa banyak bicara, tetapi semua kelemahannya tertutupi oleh Kejujurannya. “Kejujuran seorang Muhammad mampu melunturkan setiap debu dipakaiannya hingga malaikatpun terpesona olehnya”


======

Sumber kalimat diatas memang tidak saya tuliskan dalam artikel dimaksud. Tetapi komentator tidak bertanya soal itu, melainkan membaca dan mempertanyakan kalimat itu dan berhenti pada kata 'bodoh' atau 'tidak pintar'. Saya bertanya dalam hati, "apakah mereka tidak membaca sampai tanda titik?". Satu kalimat utuh sampai ... 'kelemahannya tertutupi oleh Kejujurannya'. Dan kalimat berikutnya?.

Kalimat yang mengandung kata yang tidak pantas untuk seorang nabi memang akan membuat panas telinga pendengar atau mata pembacanya, kalau ianya hanya berhenti pada kata dan pengertian kata itu. Apalagi jika merujuk pada kemuliaan seorang nabi.


Komentator mungkin saja hanya ingin klarifikasi atau mungkin penulis memperjelas arti kalimat sampai kata bodoh itu. Tetapi penulis berharap komentator mengajukan pertanyaan seputar sumber dan dasar penulisan kalimat itu, maka penulis membawa sang komentator agar melihat secara harfiah lebih dulu. Maksudnya agar dia membaca ulang sampai tanda baca titik. Selanjutnya dia bertanya lagi ( masih seputar kata bodo itu..) saya jawab lagi ( masih agar membaca lagi...)

Gelagat yang terlihat hanya agar penulis terdelegitimasi, penulis membawa beberapa komentator agar memahami makna kalimat termasuk artikel secara keseluruhan. Karena sudah bercampur aduk antara penolakan isi artikel dan penolakan "bumbu" artikel itu. Memang agak sulit menjelaskan situasinya, tetapi penulis tetap menganggap kolom komentar adalah arena hiburan tersendiri. Membawa komentator yang ngeyel tanpa analisa, ngeyel tanpa memahami maksud kalimat, dst... agar berpikir... lalu.... agar tidak berpikir. Harfiah saja... dan kemudian memahami maknanya... sepertinya tidak ditangkap sang komentator itu.

Pokoknya, agar tidak menjurus ke cacimaki dan bahasa kebon Ragunan, seperti di kanal lain yang bisa mengundang campurtangan admin, penulis sengaja tarik ulur seperti layang layang. Kalaupun sang komentator seperti terjebak ajian "putergiling" yah.. itu resiko agar situasi sekondusif mungkin hehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun