Penulis artikel di Kompasiana mencoba memperkuat argumennya dengan illustrasi dari koran Solopos. Kita semua tahu bahwa Solopos itu bagian dari jaringan media yang menguasai berita bisnis di Jawa, yang tidak segan mengekor pada pemberitaan tempo, termasuk pesaing jaringan yang "membakar" isu pengunduran diri Tri Risma di Surabaya.
[caption id="attachment_318454" align="aligncenter" width="448" caption="Solopos, saingan jaringan milik DI"]
Penulis artikel itu juga membuat illustrasi screenshot komentar sebagai tambahan argumen yang dia klaim dari tempo.co. Setelah saya lihat, ternyata berita itu tidak ada komentar sama sekali. Justru Screenshot ternyata dari tempointeraktif.
[caption id="attachment_318452" align="aligncenter" width="594" caption="Komentar yang terkait dengan berita di Tempo.co. Coba perhatikan komentar yang menyampaikan fakta bahwa pemilu di Taiwan baru Minggu depan kenapa sudah ada hasilnya. Tampaka ada 4 buah jempol terbalik tanda dislike. Artinya memang ada yang tak menghendaki kebenaran diungkap. (foto : screenshoot dr tempo.co) --- opini justifikasi IU "]
Komentar yang terkait dengan berita di Tempo.co. Coba perhatikan SS ini bukan dari berita terkait melainkan dari tempointeraktif. What a lie???
Entah bagaimana reaksi Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI ) terkait berita hoax ala tempo ini. Begitupun dari PWI, belum jelas jenis kelaminnya dalam kasus kasus yanh biasanya dengan mudah dibantah tempo karena mereka berlindung dibalik "rahasia narasumber harus dilindungi"
Semoga ada hikmah yang bisa diambil publik dari kejadian ini. Kita bisa menilai etika menulis perlu diperhatikan Kompasiana. Agar tidak silau dengan predikat penulisnya semata. Pileg belum juga dilaksanakan, masih banyak agenda dan kepentingan dalam sebuah artikel dan Kompasina adalah saluran yang baik untuk itu. Tapi admin harus netral dan bisa melihat artikel kampanye dan serangan hitam.
Kompasiana bukan bagian dari upaya membohongi publik dengan merilis berita yang tidak jelas meski member penulisnya konon kolumnis terbaik. Sedikit banyak, itu bisa mempengaruhi pesepsi publik. Semoga masyarakat kita makin cerdas. Belum tentu berita yang tertulis harus dilihat hitam atau putih saja. Sebab kecurangan itu wujudnya bisa bermacam-macam. Bukan hanya merekayasa suara saja, namun juga merekayasa opini publik dengan berita hasil hitung cepat yang sumbernya jelas jelas tidak benar.
=Sachsâ„¢=