Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Empati dalam Edukasi Seks di Sekolah

12 Juli 2016   08:48 Diperbarui: 12 Juli 2016   09:07 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus pemerkosaan Y yang terjadi pada bulan April 2016 menjadi pembicaraan hangat di media sosial. Kasus tersebut berawal saat Y pulang sekolah sendirian dan dihadang oleh 14 orang pemuda di tengah perjalanan. Keempat belas pemuda tersebut kemudian memperkosa dan membunuh Y.

Jenazah Y ditemukan tiga hari kemudian dalam kondisi penuh luka. Polisi segera bertindak cepat dan berhasil menangkap 12 dari 14 pelaku kejahatan tersebut. Di depan pihak kepolisian, pelaku mengaku telah melakukan tindakan tersebut lantaran berada di bawah pengaruh alkohol dan video porno. Pada tanggal 10 Mei 2016, hakim Pengadilan Bengkulu menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada 7 pelaku.

Kasus yang kemudian menarik respon banyak pihak tersebut menjadi sebuah pintu yang membuka semua kasus kekerasan seksual terhadap anak yang marak terjadi selama ini. Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2013 saja tercatat 1.266 kasus kekerasan seksual terhadap anak (Sumber, diakses pada 7 Mei 2014). Angka tersebut tersebut tidak mewakili semua kasus kekerasan yang terjadi lantaran masih ada korban yang mungkin saja merasa malu melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya kepada pihak berwajib.

Pemerkosaan yang terjadi umumnya dimotivasi oleh beberapa alasan. Carole Wade dan Carol Tavris, dalam buku Psikologi (edisi sembilan), menjabarkan empat alasan pelaku melakukan tindak pemerkosaan. Pertama, pelaku ingin mendapat pengakuan dari kelompoknya. Tekanan yang muncul dari teman-teman untuk membuktikan kejantanannya, misalnya, bisa memotivasi seseorang untuk memperkosa. Dalam kasus Y, motivasi pelaku tampaknya tak hanya dipicu oleh pengaruh alkohol dan video porno, tetapi juga didorong oleh tekanan kelompok.

Kedua, pelaku berniat mempermalukan korbannya. Ketiga, pelaku mempunyai rasa permusuhan dengan korbannya. Kedua alasan tersebut disebabkan oleh kebencian pelaku terhadap korban, sehingga pelaku tega menodai korban untuk membalas dendam. Sementara itu, alasan empat, yaitu pelaku ingin memperoleh kesenangan sadistik dari menyakiti korbannya, adalah motivasi utama para psikopat dalam menjalankan aksi bejatnya.

Minimnya Empati

Semua tindak kekerasan tersebut muncul lantaran minimnya perasaan empati dalam diri pelaku. Pelaku tidak merasa kasihan terhadap korbannya. Bahkan, pelaku pun tidak merasa bersalah telah melakukan perbuatan tersebut.

www.oddesyonline.com
www.oddesyonline.com
Minimnya perasaan empati tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor fisik dan faktor mental. Pada faktor fisik, hal itu terjadi lantaran terdapat gangguan pada otak. Daniel G. Amen, dalam buku Change Your Brain, Change Your Life, menjelaskan bahwa gangguan tersebut terletak pada korteks prefrontal.

Korteks prefrontal adalah bagian otak yang berfungsi mengungkapkan emosi, berinteraksi dengan sistem limbik, dan merasakan empati. Oleh sebab itu, orang yang terganggu korteks prefrontalnya cenderung bersikap antipati, dan hal itu bisa memicu kekerasan seksual terhadap orang lain.

Sementara itu, faktor mental bersifat memengaruhi seseorang secara psikologis untuk melakukan tindak pemerkosaan. Daniel Goleman, dalam buku Kecerdasan Emosional, menerangkan bahwa perasaan negatif seperti kesepian dan depresi menjadi pemicu seseorang berbuat asusila. Perasaan tersebut mendorong seseorang melakukan perbuatan tercela, seperti pelecehan seksual, tindak pemerkosaan, atau perilaku seksual yang menyimpang.

Pengajaran Empati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun