Sepanjang minggu kemarin, kabar mergernya Gojek dan Tokopedia cukup menyita perhatian masyarakat luas. Buktinya, kabar tadi sempat “nangkring” di Google Trend, dan kemudian banyak dibahas di sejumlah media.
Walaupun lumayan bikin heboh, namun sejatinya saya tidak terlalu terkejut mendengar kabar tersebut. Maklum, beberapa bulan sebelum kabar itu disampaikan, saya sudah mendengar “desas-desus” tentang "perkawinan" 2 perusahaan teknologi tersebut. Jadi, tatkala berita merger tadi diumumkan, maka reaksi saya ya biasa saja.
Meski begitu, yang bikin saya cukup penasaran bukan soal merger tadi, melainkan rencana GoTo (perusahaan hasil merger tersebut), yang katanya bakal melangsungkan Initial Public Offering (IPO) dalam waktu dekat. Kabar ini begitu krusial bagi pelaku pasar, mengingat IPO ini cukup spesial.
Oleh sebab itu, alih-alih mengulang kabar yang sudah santer beredar, maka dalam artikel yang sederhana ini, saya lebih tertarik menelisik prospek IPO yang bakal digelar oleh GoTo.
Garis Finish
Bagi startup yang menyandang status “unicorn” atau “decacorn”, seperti GoTo, IPO adalah “garis finish” yang ingin dicapai.
Sebab, setelah bertahun-tahun berjuang memperluas pangsa pasar, “membakar” banyak uang untuk program promosi yang sifatnya jor-joran, dan membangun merek yang begitu dikenal oleh masyarakat, maka lewat IPO, semua kerja keras yang sudah dilakukan tadi akhirnya bisa terbayarkan.
Semua pihak tentu bakal diuntungkan dalam pagelaran IPO tersebut. Bagi manajemen, IPO adalah kesempatan untuk memperoleh suntikan “darah segar” untuk melanjutkan ekspansi bisnis.
Bagi investor, IPO adalah kesempatan untuk balik modal. Sementara bagi masyarakat, IPO adalah kesempatan untuk ikut memiliki perusahaan besar tanpa harus repot-repot membangun dan mengelolanya.
Alhasil, IPO ini diprediksi bakal “menggusur” rekor IPO-nya Adaro Energy yang pada tahun 2008 silam menembus angka Rp 12 triliun.