Sejak minggu kemarin, investor asing tampak begitu "getol" jualan saham. Buktinya, berdasarkan informasi yang tercantum di RTI, aliran modal asing yang keluar dari pasar saham di Indonesia sudah menembus angka 3,5 triliun rupiah.
Ini artinya investor asing cukup khawatir terhadap prospek ekonomi Indonesia, mengingat Indonesia diperkirakan akan menyusul sejumlah negara lain, yang terperosok ke dalam resesi.
Meskipun data pertumbuhan Produk Domestik Bruto terbaru belum dirilis karena Kuartal III masih berlangsung, namun bukan berarti perkiraan tersebut mustahil terjadi. Pasalnya, tanda-tanda resesi ekonomi sudah mulai terlihat.
Salah satu tandanya ialah terjadinya deflasi dalam beberapa bulan terakhir. Deflasi yang ditandai dengan penurunan harga sejumlah produk menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih rendah.
Biarpun PSBB sudah dilonggarkan di sejumlah daerah, namun ternyata daya beli masyarakat belum kunjung meningkat. Alhasil, perputaran ekonomi di masyarakat pun masih berjalan lambat, sehingga kalau hal itu terus berlanjut, maka dikhawatirkan kondisi akan bertambah buruk beberapa bulan berikutnya.
Maka, jangan heran, untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, jauh-jauh hari, investor asing memilih melepas aset berisiko tinggi, seperti saham. Investor asing tampaknya enggan "bertaruh" terlalu besar di pasar saham, karena kemungkinan terjadinya penurunan yang besar masih terbuka lebar. Â
Hal itu tentu saja bakal menghambat laju IHSG. Sebelumnya IHSG sempat melaju cukup "kencang" hingga menyentuh level 5300-an, tetapi setelah berlangsung aksi jual yang dilakukan secara masif oleh investor asing, maka situasinya kemudian berbalik: IHSG kembali turun, dan sekarang cenderung berada dalam tren sideway.
Perspektif Trader
Bagi para trader yang terbiasa berinvestasi dalam jangka pendek, kondisi demikian bukanlah kondisi yang ideal untuk membeli saham. Hal ini bisa dimaklumi mengingat dalam berinvestasi saham, para trader umumnya kerap memperhatikan arah pergerakan bursa saham.
Jika tren bursa cenderung bullish, maka itulah waktu yang tepat untuk masuk ke pasar saham. Alasannya sederhana. Dalam kondisi demikian, mayoritas saham bakal naik harganya.
Dengan demikian, tanpa perlu melakukan analisis tekniknal yang rumit, para trader bisa mengurangi risiko dan berpotensi mengeruk keuntungan besar dalam waktu yang relatif singkat dari saham-saham tertentu, yang ikut terdampak oleh pergerakan bursa tadi.
Sebaliknya, kalau tren yang terlihat adalah sideway atau bearish, maka itu adalah "alarm" bagi para trader untuk lebih berhati-hati saat berbelanja saham. Sebab, dalam tren tersebut, situasinya masih belum begitu jelas, sehingga apabila salah ambil posisi beli, maka saham yang dibeli bisa "nyangkut", dan hal ini tentu saja berisiko menimbulkan kerugian.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!