Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Averaging Up, Jurus Maksimalkan Untung Tanpa Bikin "Sport Jantung"

4 Juni 2020   09:01 Diperbarui: 5 Juni 2020   07:39 2424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Averaging Up| Sumber: Andriy Popov/es.123rf.com

Karena kenaikan harganya belum begitu menguat, maka sebagai permulaan, saya cuma membeli 6 lot. Jumlahnya memang sedikit, tapi tidak apa-apa, sebab kalau harganya nanti turun, kerugian yang saya alami juga bakal kecil.

Selang beberapa hari, harganya ternyata naik lagi sekitar 6%. Saya pun menambah sahamnya sebanyak 6 lot. Meskipun mengurangi capital gain yang saya dapat, namun, hal itu memperkecil risiko yang bakal ditanggung andaikan harganya berbalik turun.

Kenaikan serupa terjadi kembali beberapa hari kemudian. Tadinya saya ingin membeli 12 lot sekaligus, sehingga saya bisa memiliki 24 lot saham. Namun, karena kenaikan harganya sudah terlampau tinggi, maka, saya hanya membeli 6 lot saja.

Selebihnya, saya tidak melakukan pembelian tambahan, karena harganya sudah telanjur "terbang" dan dari investasi tadi, saya memperoleh cuan sebesar 16% hanya dalam waktu 1 bulan saja.

ilustrasi averaging up| Sumber: https://martinkronicle.com
ilustrasi averaging up| Sumber: https://martinkronicle.com
Biarpun terkesan begitu gampang dilakukan, namun, sesungguhnya, "jurus" ini baru akan berhasil kalau didukung oleh dua syarat lainnya. 

Syarat yang pertama ialah kenaikan volume. Kenaikan harga saham yang betul-betul solid biasanya disertai dengan volume yang tinggi. Volume ialah jumlah transaksi yang terjadi antar-investor.

Jika harganya naik dan volumenya tinggi, maka, itu artinya ada begitu banyak investor yang ingin memiliki saham tadi. Alhasil, harganya pun "melambung", dan kemungkinan harganya anjlok dalam waktu dekat sangatlah kecil, terkecuali kalau pada perdagangan berikutnya mendadak ada sentimen negatif yang begitu kuat, sehingga investor pun beramai-ramai melepas sahamnya.

Makanya, sewaktu memutuskan menambah porsi saham, saya sering mencermati volumenya. Jika volumenya bertambah secara signifikan, barulah saya melakukan pembelian. Sebaliknya, kalau volumenya mengecil, tetapi harganya naik, maka, saya biasanya mengabaikannya.

Syarat yang kedua adalah valuasi harga. Valuasi harga merupakan indikator yang memperlihatkan mahal-murahnya sebuah saham. Valuasi harga biasanya dilihat dari Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV).

Berdasarkan pengalaman, saham-saham yang berpotensi "terbang" harganya adalah saham-saham yang valuasinya masih murah. Contohnya, saham yang saya beli di atas. Saat saya mulai mengakumulasi sahamnya, PBV-nya masih 0,59 kali.

Jika dilihat dari rata-rata sektoral dan standar deviasinya, maka PBV wajarnya ialah 1 kali. Itu artinya masih ada potensi kenaikan harganya sebesar 40%. Makanya, jangan heran kalau saham tadi begitu diminati oleh para investor sehingga harganya terangkat dalam waktu yang relatif cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun