Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Anomali Posisi "Dinasti Maldini" Lewat Kacamata Investasi

5 Februari 2020   09:01 Diperbarui: 5 Februari 2020   18:16 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daniel Maldini (sumber: www.foxsportsasia.com)

Oleh sebab itu, jangan heran, dalam sejumlah laga, seorang gelandang, seperti Daniel, kerap "menjelajahi" setiap jengkal lapangan. Semua itu dilakukan untuk membuka peluang dalam mencetak gol.

Sebaliknya, Paolo yang berposisi sebagai bek serupa dengan investor beraliran "Value Investing". Baginya, mempunyai pertahanan yang sulit ditembus adalah kunci untuk meraih keberhasilan dalam sepakbola.

Sebab, seproduktif apapun sebuah tim, kalau jumlah gol yang dibuat timnya lebih sedikit dari jumlah gol yang dilesakkan tim lawan, hampir mustahil tim tersebut menyabet trofi.

Paolo Maldini (sumber: https://www.goal.com/getty images))
Paolo Maldini (sumber: https://www.goal.com/getty images))
Kedua tipe tadi masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Investor beraliran "Growth Investing" biasanya lebih unggul dalam hal produktivitas.

Hal ini bisa terjadi lantaran investor cenderung membeli saham-saham yang kinerjanya sedang oke. Saham-saham jenis ini memang banyak diminati dan kerap dihargai tinggi, sehingga harganya cenderung menguat secara cepat, terutama dalam kondisi pasar yang sedang bullish.

Ibarat seorang gelandang yang lebih berpeluang mencetak gol, investor yang memiliki saham ini bisa memperoleh cuan yang lumayan dalam waktu yang relatif singkat. Hanya, dengan menahan saham tadi beberapa bulan, potensi keuntungan yang didapat bisa lebih besar daripada bunga deposito yang dihitung secara tahunan!

Namun, yang jadi persoalan ialah valuasi harga yang sudah mahal. Valuasi yang tinggi memang menjadi "penghalang" bagi kenaikan harga saham secara besar-besaran.

Wajar, investor biasanya enggan membeli saham yang harganya telalu mahal, sehingga harga saham tadi cenderung "stuck". Hal lainnya adalah risiko "capital loss" yang muncul ketika pasar saham sedang bearish.

Dalam kondisi demikian, saham yang dianggap terlampau mahal biasanya akan turun harganya. Penurunan harganya pun bisa jauh lebih dalam, bergantung pada seberapa parah situasi yang terjadi.

Kondisi ini ibarat seorang gelandang yang tadinya rajin mencetak gol tiba-tiba menjadi kontraproduktif lantaran bertemu dengan lawan yang lebih kuat. Pertahanan lawan yang solid ditambah daya gempur yang kuat membikin kehebatan gelandang tadi "tenggelam". Alhasil, ia cuma bisa menatap gawang timnya dibombardir oleh lawan dengan mudah.

Situasi sebaliknya terjadi pada investor beraliran "Value Investing". Kalau investor bertipe "Growth Investing" kerap berinvestasi di saham-saham yang progresif, investor bertipe "Value Investing" justru suka memilih saham-saham yang cenderung pasif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun