Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mewaspadai Bahaya "Bubble Tea" Sebelum Berinvestasi

22 Januari 2020   10:34 Diperbarui: 22 Januari 2020   11:11 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bubble tea (sumber: https:grid.id)

Bubble Tea adalah salah satu minuman yang sedang "hits" di masyarakat. Gerai-gerai yang menjual minuman ini "bertebaran" di mana-mana dan anehnya selalu ada orang yang bersedia antre untuk membelinya.

Salah satu alasan orang menyukai Bubble Tea adalah rasanya. Maklum, minuman ini terdiri atas campuran teh, susu, dan bubble, yang terbuat dari tepung tapioka. Rasanya pun bisa dibuat bervariasi. Konsumen bisa memilih beragam rasa, mulai dari rasa stoberi, mangga, hingga markisa.

Selain itu, Bubble Tea juga kerap dikemas dalam tampilan yang instagramable. Makanya, jangan heran, sebelum menyeruput minuman ini, orang-orang umumnya akan memfotonya terlebih dulu, lalu mem-postingnya di medsos masing-masing. Hal itulah yang kemudian membuat Bubble Tea menjadi cepat populer di masyarakat.

Biarpun terasa enak, ternyata ada beberapa risiko yang mesti ditanggung kalau kita terlalu sering mengonsumsi Bubble Tea. Salah satunya adalah obesitas. Bubble Tea yang sarat gula memang bisa menyebabkan badan kegemukan, dan hal itu jelas kurang baik bagi kesehatan.

Jika dihubungkan dengan wilayah bisnis, Bubble Tea itu ternyata mirip utang. Ada kesamaan antara Bubble Tea dan utang, sebab keduanya memuat banyak "kalori", yang bisa menjadi sumber tenaga baik bagi tubuh maupun perusahaan.

Seperti Bubble Tea yang mengandung banyak gula, utang bisa menjadi sumber energi baru bagi perusahaan, terutama kalau kondisi kas sedang "kering". Untuk memperbaiki kondisi kas, manajemen biasanya memutuskan mengajukan utang kepada bank atau menerbitkan obligasi.  

Apabila jumlah utang yang dipinjam wajar, hal itu tentu tidak masalah. Namun, yang akan jadi soal adalah jika perusahaan meminjam utang melebihi nilai modalnya (rasio Debt to Equity-nya di atas 1 kali), dan utang tadi bersifat "berbahaya". Maksudnya "berbahaya" ialah utang tersebut mengandung bunga dan denda di dalamnya.

Makanya, sebelum berinvestasi saham, saya biasanya akan mencermati utang yang dimiliki perusahaan di dalam laporan keuangannya. Saya ingin mengetahui apakah utang bank-nya lebih besar daripada utang usahanya.

Kalau utang banknya cenderung lebih banyak dan jatuh temponya dalam waktu dekat, saya umumnya mewaspadai hal tersebut. Sebab, bisa saja, manajemen sulit membayar utangnya atau laba yang sudah dicetak perusahaan dengan susah payah akan tergerus oleh bunga bank yang mesti dibayarkan. Jika sampai terjadi, hal itu nanti akan "melorotkan" nilai sahamnya dan merugikan investor.

Oleh sebab itu, saya lebih suka berinvestasi di saham perusahaan yang sangat konservatif dalam berutang. Bagi saya, perusahaan yang doyan berutang ibarat orang yang terlalu banyak mengonsumsi Bubble Tea. Dengan menimbun utang, memang perusahaan akan lebih bertenaga. Berkat pasokan dana yang berlimpah dari utang, perusahaan bisa leluasa berekspansi.

Namun demikian, dalam jangka panjang, utang tersebut bisa menjadi "penyakit" bagi perusahaan. Seperti orang yang menjadi obesitas akibat meminum Bubble Tea secara berlebihan, utang yang bertumpuk pada akhirnya akan menjadi beban yang menghambat laju perusahaan. Lebih parah lagi, jika manajemen gagal membayar utangnya pada kemudian hari, perusahaan bisa terancam bangkrut dan hal itu tentu menjadi "malapetaka" bagi investornya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun