Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sosok "Maling" yang Selalu Kutunggu Kedatangannya

21 November 2019   11:30 Diperbarui: 21 November 2019   11:39 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Maling (sumber: lavozdeltajo.com)

Aku sedang mengoleskan selai kacang hazelnut ke permukaan roti ketika Berta, istriku, datang memberi sebuah rambu: "Jangan lupa pergi ke Dokter Joni!"

Istriku memang selalu begitu. Hampir setiap hari ia memberi peringatan ini-itu seolah aku mudah melupakan banyak hal yang akan kulakukan. Biarpun niatnya baik, tetapi kalau disampaikan berulang-ulang dengan nada yang monoton, aku merasa jenuh juga!

Aku hanya bisa mengangguk pelan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku tahu, kalau aku membantah dengan sebuah kalimat, Berta bisa membalasku dengan seribu kalimat. Aku tentu tidak ingin pagi hari yang tenang ini dirusak oleh suara omelannya.

Belum selesai aku menelan roti, Berta sudah menyampaikan rambu lain: "Jangan lupa minum obat." Ah, ini bagian yang paling kubenci. Aku memang tidak suka minum obat.

Aku merasa tubuhku masih sehat, masih sangat bugar, biarpun umurku kini sudah kepala lima. Tidak ada keluhan apapun yang muncul di tubuhku. Kolesterolku rendah. Gula darah terjaga. Semuanya oke. Kalau sehat begini, untuk apa setiap hari aku mengonsumsi obat yang rasanya pahit itu?

Andaikan dulu tidak berobat ke Dokter Joni, mungkin aku tidak akan dipaksa minum obat setiap hari. Sebab, biarpun tubuhku baik-baik saja, kata Dokter Joni, ada bagian dari tubuhku yang keliru. Katanya, "pikiran"-kulah yang sakit.

Aku diam saja menanggapi kata-kata tadi. Namun, di dalam hati, aku berkata, "Bukan pikiranku, tapi pikiranmulah yang salah, Dok!"

Sebagai dokter yang sudah punya "jam terbang tinggi", Dokter Joni tentu tidak merasa bahwa pikirannya keliru. Ia kemudian meresepkan sebuah obat, yang mesti aku konsumsi setiap hari.

Alih-alih membantah Berta, lagi-lagi aku menganggukkan kepala. Seperti kata pepatah, diam itu emas, terutama dalam situasi demikian. Aku memilih mengalah, walaupun sejatinya hatiku masih ngedumel!

Namun, seketika perasaan itu terabaikan setelah aku melihat berita di televisi. Sebuah berita tentang Operasi Tangkap Tangan yang menimpa seorang pejabat. Pejabat tadi diduga melakukan penggelembungan harga "lem" dan "bulpen" saat menyusun anggaran pada tahun lalu.

Kasus yang agak "klasik" sebetulnya. Akan tetapi, aku hanya tertawa kecil menyimaknya. Sepertinya "junior"-ku belum begitu profesional dalam melakukannya. Ia mestinya lebih banyak belajar dari para "senior" agar sepak terjangnya sukar terendus aparat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun